Tuesday 5 January 2010

FENOMENA BERJUALAN DENGAN ANAK-ANAK

Oleh
JAJANG SURYANA


Pengantar
Tulisan ini saya susun tahun 1997. Isinya, mungkin bisa berbeda dengan kondisi masa kini, atau sama saja, saya belum memeriksa ulang di lapangan. Yang jelas, tulisan ini saya posting lagi untuk melengkapi informasi tentang komik dan pendidikan anak. Saya ingin melanjutkan penelaahannya pada kondisi masa kini, tapi hingga kini belum sempat. Jadi, apapun yang Anda baca dan Anda nilai tentang tulisan ini, mudah-mudahan bisa menjadi inspirasi-lanjut dalam melihat dan membahas kondisi seni rupa anak-anak Indonesia.




Membudayakan kegiatan membaca tampaknya mulai menjadi kebijakan para pengusaha. Gejala baru yang perlu dipandang secara positif, terutama oleh para pendidik. Perusahaan makanan dan minuman mulai merambah dunia majalah, terutama majalah anak-anak. Melalui komik mereka membuka wawasan, menawarkan pesan, mengaduk imajinasi anak, dan menjajakan produk.
Tahun 70-an, anak-anak Indonesia mengenal empat kelompok tokoh jagoan dalam komik. Kelompok pertama, jagoan pewayangan. Jagoan pewayangan ini, di antaranya disuguhkan oleh dua pekomik wayang:  R.A. Kosasih dan S. Ardisoma. Komik jenis ini, selain disukai oleh anak-anak juga diminati oleh pembaca dewasa. Kelompok kedua jagoan dunia jawara, dunia persilatan. Misalnya, tokoh Si Buta Dari Gua Hantu, Si Jampang, dan Panji Tengkorak yang berlatar cerita kehidupan desa. Di samping itu ada juga komik silat yang isi ceritanya diramu dengan dunia siluman dan para mambang, seperti yang banyak digarap Teguh Santosa dan Yan Mintaraga.
Kelompok ketiga, jagoan dari dunia "primitif" pengaruh cerita Tarzan. Seperti tokoh Waro, misalnya. Keakraban manusia dengan alam, terutama binatang, menjadi unsur yang menarik dalam cerita-cerita model ini. Kelompok keempat jagoan-jagoan yang bersentuhan dengan teknologi modern, alam angkasa, dan kesaktian yang menyertakan kemampuan mengubah wujud. Komik ini pada dasarnya lahir setelah generasi Flash Gordon, kemudian disusul Superman, Batman, dan Spiderman. Di Indonesia muncul tokoh-tokoh seperti Godam, Kapten Mar, Laba-Laba Merah, Kawa Hijau, Gundala, Maza, Pangeran Mlaar, Santini, sampai jagoan kecil seperti Kalong.
Tampaknya, sejak tahun 90-an, setelah jagoan ciptaan komikus Indonesia "tertidur", anak-anak Indonesia lebih banyak lagi memiliki tokoh jagoan. Maraknya acara teve, terutama setelah munculnya beberapa teve swasta dan kebolehan menggunakan antena parabola, membawa anak-anak kita kepada dunia penuh jagoan. Jagoan manusiawi, jagoan roboti, jagoan dewani, juga jagoan hewani (tokoh binatang yang jago), menjadi pilihan penikmatan anak-anak kita. Mereka terlena dengan aneka kegagahan, kepintaran, dan kesaktian para jagoan import ini.
Pada keadaan selanjutnya, komik-komik yang kemudian diterbitkan bersamaan dengan jenis-jenis film kartun, yang menggambarkan keindahan alam, kemanisan persahabatan antarbinatang dan antara binatang dengan manusia, kelucuan polah aneka binatang hutan yang menjadi ciri khas garapan kelompok Walt Disney, yang pernah mendominasi dunia kartun di Indonesia, kini sudah agak jarang ditampilkan di teve kita. Begitu pun pada komik-komik yang beredar di Book Store, kini lebih banyak berisi cerita jagoan yang lebih keras, kadang juga lebih kejam dibanding film yang dilakonkan oleh manusia. Bisa kita perhatikan ketika anak-anak menonton film kartun para jagoan masa kini, mereka tanpa beban berteriak: "Ya ... mati kamu!"  Kekerasan, kekasaran, kerusakan, bahkan kematian tokoh cerita, terutama tokoh jahat, sudah menjadi "keharusan, kewajaran". Bahkan, dalam cerita-cerita yang dikemas pada program pemainan komputer, bisa kita temukan perilaku tokoh yang lebih kejam seperti pada cerita Mortal Combat.


FENOMENA BARU


"Joni dan Mimi terus berjalan tapi tanpa disadari mereka malah makin jauh tersesat.
 'Istirahat dulu Jon ... Aku capai dan haus ...'
 'Untung aku bawa Vidoran Multivitamin minumlah agar kondisimu lebih stabil'
 'Daripada makin sulit cari jalan keluar ayo kita gunakan ini ...'
 'Setuju ..!!'
... Akibatnya makin fatal ... Joni Kukuh dan Mimi malah terpental ke jaman lain ...
Bezz" (Bobo, Tahun Ke XXII, Tgl. 26 Januari 1995: hal. 9).


Itulah sepenggal cerita jagoan baru yang dilatari kehebatan sebuah produk multivitamin untuk anak-anak. Dengan selalu menelan butiran Vidoran, Joni Kukuh bisa memiliki kekuatan hebat. Bahkan V-man (Vidoran man) jagoan teman Joni Kukuh, pun selalu rajin meminum produk tersebut. Hal yang sama digambarkan dalam cerita Milo Kid (diilhami Karate Kid?). Milo Kid, sang jagoan, bisa menjadi jagoan karena rajin meminum Milo. Misalnya, pada satu penggal cerita (Bobo, Tahun Ke XXIII. Tgl. 12 Oktober 1995, hal.: 53), ketika Milo Kid berhasil mengalahkan seorang pencoleng "Si Bayangan". Si Bayangan bertanya: "Dik, kau hebat! Apa rahasianya?" Dijawab oleh Milo Kid: "Giat berlatih, selalu minum Milo, dan makan Koko Krunch". Kini, Milo Kid lebih banyak digarap dengan unsur cerita olah raga.  
Di samping yang menggambarkan kejagoan, ada juga cerita komik yang menggambarkan tokoh piawai dalam menyelesaikan masalah, cergas, bijak, dan rajin belajar. Misalnya, tokoh Freddy dari Dunkin' Donuts (komik) dan Nana dari Frisian Flag Instant (cergam). Ada juga yang menyertakan tokoh trade mark produk yang "dimanusiakan", seperti tokoh Calfred (ayam goreng California), Dancow (susu Dancow), Si Nyam-Nyam Harimau (biskuit-batang colek Nyam-Nyam), Koko  Koala (susu sereal Koko Krunch), dan Prince (biskuit).
Produsen Dancow tampaknya lebih berani menampilkan bahan pengetahuan bagi pembaca, sebanyak dua halaman, seperti juga pernah ditampilkan produsen Frisian Flag Susu & Sereal dan KIKO.  Materi bacaan cukup beragam. Selain tampil dalam cerita yang bersifat pengetahuan, kadang-kadang Dancow juga menambah tampilannya dalam bentuk komik secara bersamaan (seperti pada Bobo, Tahun XXIV, Tgl. 13 Oktober 1996, hal. 34-35 dan 52). Hingga tahun 1997 ini, tampaknya hanya produsen Dancow inilah yang tetap berani menampilkan aneka cerita berbau ilmu pengetahuan secara terus menerus dalam Majalah Bobo. Bahkan kini, pemroduk susu ini, kembali menunjukkan perhatian-lebihnya terhadap penyediaan cerita anak (mengindonesia) melalui bonus komik kepada para pembeli.
PT Kinosentra Indrustrindo, pemroduk permen, menghadiahkan  komik mini sebagai bonus pada setiap kemasan permen yang dijualnya. Komik mini dengan cerita Scooby Doo dipilihnya sebagai hadiah. Tahun 2000 awal, Penerbit Mizan dengan Divisi Komik Mizan menerbitkan komik mini sejenis yang disebarluaskan sebagai hadiah permen oleh perusahaan permen yang sama. Ceritanya digarap oleh pekomik lokal, yaitu mengambil pokok cerita 1001 Malam, seperti Aladdin, Abu Nawas, Ali Baba, dan Sinbad si Pelaut, dengan pola cerita dagelan ala anak muda masa kini.  
Pada kenyataannya, kecenderungan ini bisa dianggap memuat sumbangan positif dan negatif. Sumbangan yang positif yaitu mendorong anak supaya senang membaca. Bahan bacaan, seperti telah disebutkan, lumayan banyak yang bernilai pengetahuan umum praktis. Hal negatif yang boleh jadi berpengaruh juga kepada anak, keinginan membeli setiap dagangan yang ditawarkan. Mungkin karena ingin menjadi "jagoan". Mungkin juga karena ada embel-embel hadiah yang beraneka macam.
IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) mulai tahun ini (1997) memberikan penghargaan Adi Karya untuk buku anak-anak terbaik (Gatra, No. 33 TAHUN III, 5 Juli 1997: 124). Sebuah upaya menghargai karya masyarakat buku dalam negeri telah dimulai. Tampaknya, melalui cara penghargaan tersebut, diharapkan keberadaan buku-buku cerita produk dalam negeri bisa terdongkrak, bisa bersaing dengan produk luar yang kini semakin menggelombang. Tetapi, kalau para penerbit masih setengah-setengah dalam menyikapi hal ini, terutama lebih mematok pertimbangan untung-rugi fisik, keberadaan buku cerita yang menasional masih tetap sulit terangkat. Di samping itu, kualitas garapan karya para penulis cerita maupun para pekomik dalam negeri, masih perlu peningkatan.
Keindahan alam, keindahan nilai sebuah persahabatan, keindahan perjuangan dalam aneka cerita keluaran Walt Disney, misalnya, meskipun berlatar belakang cerita dunia lain, bisa mengasah rasa cinta para pembaca. Lebih hidup lagi kalau cerita itu kita nikmati dalam cerita animasi kartunnya. Tetapi, cerita hasil para pengarang kita? Rasanya belum ada yang peduli dengan model penceritaan yang lebih mementingkan pembinaan rasa tersebut. Beberapa film animasi kartun Jepang yang kini kerap diputar di teve-teve swasta, menampakkan konsep penceritaan yang melibatkan emosi penuh penontonnya. Gaya penceritaan tersebut, misalnya saja, tampak pada cerita The Kicker, Virtua Fighter,dan Kungfu Boy.
Lingkungan anak-anak kini telah banyak berubah. Dunia bermain mereka adalah dunia cerita para jagoan. Merebaknya acara teve ke desa-desa, sejalan dengan meningkatnya tanda kemakmuran dan kemampuan daya beli masyarakat Indonesia pada umumnya, telah mengubah begitu banyak lingkungan anak kita. Dulu, ketika teve dan radio masih berupa barang mewah dan langka, anak-anak masih bisa merasakan perubahan alam. Rembulan yang purnama masih bisa dinikmati, bahkan ditunggu-tunggu, untuk melengkapi kebahagiaan bermain di lingkungan rumah. Musim panen di lingkungan persawahan selalu dinanti untuk bermain layang-layang sepuasnya. Keakraban anak-anak dengan lingkungan alam kini telah dibatasi dinding rumah. Pada siang hari, anak sulit menemukan lahan bermain yang bebas dan aman. Pada malam hari, anak-anak lebih banyak menongkrongi acara teve. Keakraban anak dengan alam tinggal dongeng dalam buku-buku. Itu pun telah disusupi aneka pesan sponsor lewat para jagoan ciptaan baru. Boleh dikatakan, kini, dunia anak adalah dunia para jagoan: jago belanja dan jago tawuran?***






2 comments:

  1. Salam Pak Jajang lama tak berjumpa setelah saya kembali semula ke Bali. Saya tertarik dengan penulisan bapak ini. Memang kehebatan komik-komik luar negara khususnya Barat dan Jepun ngak mampu kita tepis pengaruhnya kepada anak-anak kita. Percubaan untuk menjelmakan hero-hero kita yang bersifat Timur gagal menandingi mereka. Pengalaman Malaysia membuktikan itu. Saya rasa Indonesia juga begitu.

    ReplyDelete
  2. Terima kasih atas kunjungan Bapak.

    Ya, tampaknya kita bangsa Melayu, masih belum bisa sungguh-sungguh melakukan kegiatan. Apalagi kegiatan yang sepele seperti menggarap komik. Sementara itu, bangsa lain, apapun yang mereka garap, dikerjakan secara sungguh-sungguh. Bahkan dalam kesungguhan team work mereka. Bisa kita periksa, cerita yang mereka angkat dalam komik, bisa saja tentang sesuatu yang sangat sepele, seperti bermain kartu. Tetapi, dari hal sepele tersebut, mereka bisa menghasilkan keunikan bahkan kedahsyatan cerita, kejutan-kejutan yang mencengangkan.

    ReplyDelete