Saturday 14 November 2009

TUJUH PERTANYAAN TENTANG PROGRAM LESSON STUDY: Sebuah Program Pembinaan Kemitraan Antarguru/dosen



Oleh
Jajang Suryana


1. Pengantar
Kertas kerja ini membahas lima buah pertanyaan. Lima pertanyaan dimaksud adalah: Apakah batasan pengertian Program Lesson Study?; Mengapa Program Lesson Study dilaksanakan?; Bagaimana pelaksanaan Program Lesson Study?; Siapa yang sebaiknya terlibat dalam Program Lesson Study?; dan Apa saja luaran yang diharapkan dari Program Lesson Study?
2. Apakah Batasan Pengertian Program Lesson Study?
Dalam buku Lesson Study Suatu Strategi untuk Meningkatkan Keprofesionalan Pendidik (Pengalaman IMSTEP-JICA), disebutkan bahwa lesson study adalah “model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar” (2006: 10). Lesson study bukanlah metode ataupun strategi pembelajaran. Di dalam kegiatan lesson study bisa diterapkan berbagai metode dan strategi pembelajaran dalam rangka pembinaan berkelanjutan pembelajaran kolaboratif-kolegalitas untuk membangun komunitas belajar. Selanjutnya secara kolaboratif pula para pendidik mencari solusi dan merancang pembelajaran yang berpusat pada siswa/mahasiswa. Langkah berikutnya adalah menerapkan pembelajaran di kelas oleh seorang guru/dosen, sementara yang lain sebagai pengamat aktivitas siswa, yang dilanjutkan dengan diskusi pasca pembelajaran untuk merefleksikannya (Argawinata, Jurnalnet.com/konten. php?nama=BeritaUtama& topik=5& id=894, akses 12 Februari 2009: 17.45)
Inti kegiatan program lesson study mengikuti pola: PLAN - DO - SEE yang sinambung.

3. Mengapa Program Lesson Study Dilaksanakan?
Program Lesson Study telah dibuktikan memberi banyak manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Program yang berasal dari Jepang ini, kini telah pula diserap dan diadopsi oleh berbagai negara, termasuk Amerika Serikat. Strategi lesson study memiliki banyak keunggulan dibanding dengan model inservice training guru lainnya (Hendayana, dkk., 2006: 36). Di Indonesia, program ini telah pula dijadikan pilot projek sejak tahun 1998 di 3 IKIP (Bandung, Yogya, dan Malang). Alasannya, seperti dikemukakan oleh Fasli Jalal: "Model lesson study sengaja diadopsi dan dimodifikasi untuk dijadikan sekolah pelatihan guru yang terkait masalah pembelajaran sehari-hari khususnya matematika dan IPA".
Pada awalnya, program lesson study ini digunakan dalam pembelajaran MIPA. Tetapi, sejalan dengan pernyataan Fasli Jalal bahwa program lesson study itu sengaja diadopsi dan dimodifikasi, maka di Bandung, sebagai salah satu contoh modifikasi tersebut adalah yang diselenggarakan di SMAN 9 Bandung. Mereka melaksanakan program lesson study untuk mata pelajaran PPKN. Materi pelajaran yang dipilih adalah tentang sistem politik, yang dikemas dalam bentuk drama rancangan siswa secara berkelompok.
Manfaat yang bisa didapatkan dari program lesson study antara lain menyangkut peningkatan pengetahuan guru/dosen tentang materi ajar dan pembelajarannya; peningkatan pengetahuan guru/dosen tentang cara mengobservasi kegiatan belajar siswa; menguatnya hubungan kolegalitas antarguru/dosen, guru-dosen, maupun dengan observer di luar guru dan dosen; menguatnya hubungan antara pelaksanaan pembelajaran sehari-hari dengan tujuan pembelajaran jangka panjang; meningkatnya motivasi guru/dosen untuk senantiasa berkembang; dan meningkatnya kualitas rencana pembelajaran --termasuk komponen-komponennya seoerti bahan ajar, teaching materials (hands on), dan stragegi pembelajaran (Hendayana, dkk. 2006: 39).
4. Bagaimana Bentuk Pelaksanaan Program Lesson Study?
Hendayana dkk. mencatat beberapa masukan yang diberikan oleh observer pada saat pelaksanaan refleksi pada akhir kegiatan lesson study. Catatan tersebut bisa dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan lesson study.
·  Siswa/mahasiswa yang duduk jauh dari posisi guru/dosen pada saat pengajar memberi 
   penjelasan tentang materi ajar, sebaiknya diberi kesempatan mengambil tempat lebih 
   dekat dengan posisi guru/dosen;
·  Pada saat siswa/mahasiswa sedang bekerja dalam kelompok, guru/dosen sebaiknya memperhatikan keaktifan siswa/mahasiswa. Posisi duduk melingkar, model huruf U, atau membentuk segi empat mengelilingi guru/dosen, disarankan agar menjadi pilihan dalam pemosisian tempat duduk siswa/mahasiswa. Dengan cara seperti itu, semua siswa/mahasiswa memiliki kesempatan akses yang sama terhadap aktivitas yang dikerjakan secara bersama. Guru/dosen pun bisa memperhatikan siswa/mahasiswa secara menyeluruh;
·  Posisi meja laboratorium disarankan berhadapan sepasang-sepasang agar ruang gerak siswa/mahasiswa lebih leluasa. Salah satu yang ditengarai sebagai penyebab sulitnya bekerja secara berkelompok, adalah posisi tempat duduk yang kurang memberi keleluasaan gerak siswa/mahasiswa;
·  Observer disarankan terdiri atas beragam kalangan, yang memungkinkan beragamnya masukan ditinjau dari substansi hasil amatan, kedalaman, maupun ketelitiannya. Observer berada di luar posisi daerah kegiatan pembelajaran, tidak mengganggu kegiatan belajar, tidak berkomunikasi, dan harus mencatat perilaku pebelajar. Masukan-masukan dari observer dibahas secara menyeluruh pada saat dilaksanakan kegiatan refleksi;
·  Pemahaman tentang perilaku-perilaku siswa/mahasiswa dalam proses pembelajaran menjadi sangat penting terutama bagi guru/dosen. Pada saat guru/dosen menjadi observer, mereke harus mampu mengidentifikasi secara baik tingkat pemahaman dan kesulitan yang dihadapi siswa/mahasiswa. Peningkatan kemampuan mengajar dalam lesson study tidak hanya pada guru/dosen model, tetapi juga pada guru/dosen observer; dan  
·  Kerja sama yang dilakukan oleh para guru/dosen dalam mengembangkan perencanaan, implementasi, dan refleksi dapat meningkatkan proses interaksi konstruktif yang sangat potensial untuk meningkatkan profesionalisme guru/dosen.
5. Siapa Yang Sebaiknya Terlibat Dalam Program Lesson Study?   
Lesson study adalah sebuah kegiatan kolaborasi. Inisiatif pelaksanaan, idealnya datang dari pemimpin lembaga (kepala sekolah, ketua jurusan, dekan, rektor) dengan guru/dosen.
Jika lesson study dikembangkan berbasis sekolah/fakultas, maka yang melaksanakan kegiatan lesson study adalah guru/dosen dari semua bidang studi di sekolah/fakultas tersebut bersama kepala sekolah/dekan. Tujuan lesson study jenis ini adalah untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa/mahasiswa menyangkut semua bidang studi yang diajarkan.
Lesson study bisa dilaksanakan melibatkan guru/dosen bidang study sejenis. Misalnya, kelompok guru/dosen matematika. Untuk guru telah ada komunitas belajar yang diwadahi dalam MGMP. Lesson study jenis ini akan melibatkan banyak orang dari lokasi yang lebih beragam. Bisa juga melibatkan para penentu kebijakan pendidikan atau bahkan stake holders dan masyarakat pendukung sekolah/fakultas, dan sejenisnya.
6. Apa Saja Luaran Yang Diharapkan Dari Program Lesson Study?
Seperti disebutkan dalam definisi operasionalnya, ada sejumlah kondisi yang diharapkan muncul setelah melaksanakan kegiatan lesson study. Beberapa hal yang penting adalah kesiapan kolaboratif, kesadaran kolegalitas, dan terbentuknya komunitas belajar.
Beberapa hal fisik sebagai indikator luaran hasil kegiatan antara lain:
·  Pengembangan silabus yang lengkap;
·  Pembelajaran yang terencana dalam bentuk RPP;
·  Teaching materials (handout, LKS);
·  Teaching media (media pembelajaran, sumber belajar);
·  Data input (peserta didik, guru, komunitas, lingkungan kerja);
·  Data proses (perencanaan, implementasi, dan refleksi);
·  Data output (kinerja guru/dosen, peningkatan kemampuan dan sikap pebelajar maupun pengajar, kegiatan laboratorium/studio, tanggapan pihak-pihak terkait); dan
·  Data evaluasi dampak (keberlanjutan)
(dari Firman dan Kaniawati (Ed.), 2007: 7 - 10).
7. Pertanyaan Penutup
Semua yang dikemukakan adalah hasil rangkuman dari beberapa catatan yang menjadi sumber acuan yang membahas lesson study. Acuan tersebut menjadi penting karena disusun oleh para pendahulu yang memiliki pengalaman melaksanakan kegiatan lesson study. Pertanyaan terakhir, siapkah para guru dan dosen seni rupa melaksanakan program lesson study?
8. Pustaka Acuan    
Argawinata, Asep Z. Jurnalnet.com/konten. php?nama=BeritaUtama&topik=
       5&id=894, akses 12 Februari 2009: 17.45
Firman, Harry dan Ida Kaniawati (Ed.). 2007. Monitoring & Evaluasi Program
       Lesson Study (Lesson Learned dari JICA-SISTTEMS). Bandung: UPI Press
Hendayana, Sumar. 2006. Lesson Study Suatu Strategi untuk Meningkatkan
       Keprofesionalan Pendidik (Pengalaman IMSTEP-JICA). Bandung: UPI Press

Wednesday 4 November 2009

MEMBACA JEJAK SOSIAL GAMBAR KARYA ANAK DAN REMAJA BALI



oleh Jajang Suryana

Data hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa teori seni rupa Indonesia didominasi hasil pemikiran dan penelitian ilmuwan Barat. Bahan pembaruan teori seni rupa anak-anak yang sesuai dengan lingkungan pendidikan Indonesia, diharapkan bisa didapatkan melalui penelitian ini. Hasilnya bisa dijadikan lawan-banding dengan teori yang telah dirumuskan berdasarkan lingkungan seni rupa Barat. Penelitian survai ini dimaksudkan untuk mengembangkan upaya ke arah harapan tadi. Dalam penelitian ini dikumpulkan gambar karya anak-anak kawasan Bali dan sekitarnya, kemudian dianalisis isi dan tampilan visualnya untuk mendapatkan bahan pembentukan teori dimaksud. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembabakan perkembangan kegiatan menggambar pada anak-anak dan remaja Indonesia, khususnya Bali, berbeda dengan rumusan yang dikemukakan oleh Sir Cyril Burt serta Ruth Griffiths (dalam Read, 1958), Viktor Lowenfeld and W. Lambert Brittain (1970), dan Amir Hamzah Nasution dan Oejeng Soewargana (1968). Gambar anak dan remaja di Bali menunjukkan pola ciri khas masyarakat Indonesia. Gambar dengan pola “gunung kembar” menjadi pola yang dominan ditemukan pada gambar anak usia TK hingga SMTA. Di samping hal utama tersebut, pola gambar bunga, pohon, matahari, burung, dan pembagian ruang gambar areal berair, menjadi ciri khas gambar anak dan remaja Bali, bahkan Indonesia. Hal itu tidak didapatkan dalam temuan pola-pola gambar karya anak dan remaja Barat yang kerap menjadi sumber acuan para ahli pendidikan seni rupa Indonesia. Tahap-tahapan perkembangan menggambar yang, sementara ini, dianggap universal oleh para ahli ilmu pendidikan seni rupa, tidak banyak ditemukan dalam gambar-gambar yang menjadi data dalam penelitian ini.    

Kata-kata kunci: teori seni rupa, gambar karya anak dan remaja, lingkungan, pola gambar "gunung-kembar"




Pola "Gunung-Kembar" karya anak Taman Kanak-Kanak (TK)

















Pola "Gunung-Kembar" karya anak Sekolah Dasar (SD)

Pola "Gunung-Kembar" karya anak SD



















Pola "Gunung-Kembar" karya anak SD



















Pola "Gunung-Kembar" karya anak Sekolah Menengah Pertama (SMP)



















Pola "Gunung-Kembar" karya anak Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA)















Gambar karya anak usia pra-TK yang dipengaruhi dunia televisi. Gambar ini dibuat anak usia 2,8 tahun, menggambarkan tokoh Ksatria Baja Hitam, tokoh film hero Jepang.
































Karya anak TK (5 tahun) tentang Perang Robot. Kengerian, muncratan darah, kegarangan, telah menjadi bagian dari imajinasi mereka.






































Gambar yang tetap terkait dengan lingkungan asli anak-anak, lingkungan tradisi mereka, lingkungan upacara di Bali.
















Gambar yang merupakan hasil tiruan terhadap gaya (tradisi) menggambar masyarakat Bali.