Saturday 3 April 2010

Jalan-jalan Proses Kreatif

Oleh
Jajang Suryana


Istilah proses kreatif seolah-olah hanya terkait dengan bidang kesenian. Segala bentuk penggubahan karya, desain bentuk, dan rancang bangun benda, sebagai contoh, selalu dihubungkan dengan proses kreatif, proses “penciptaan” yang dilakukan oleh seorang penggubah, seniman.

Sebuah buku yang ditulis oleh Ghiselin (1983), seorang profesor pada Universitas Utah, Amerika Serikat, isinya membahas peramasalahan proses kreatif secara lengkap. Buku yang diberi judul The Creative Process (dialihbahasakan oleh Wasid Soewarto dengan judul Proses Kreatif) berisi uraian yang lengkap tentang proses kreatif orang-orang dari berbagai bidang ilmu. Proses kreatif di antaranya dalam bidang matematika, fisika, biologi, seni musik, seni rupa, seni sastra, dan psikologi, dikemukakan Ghiselin melalui contoh-contoh pengakuan, surat, tulisan, analisis, maupun hasil wawancara. Kondisi pikir, rasa, dan ururt-urutan kegiatan dalam penggubahan karya, apapun bentuknya, pada kenyataannya mengikuti alur proses yang sama. Bahkan, bisa dikatakan “seragam”. Proses kreatif seseorang diawali dengan adanya dorongan tenaga mujarad yang membimbing seseorang untuk melakukan sesuatu. Tenaga dorong yang tidak maujud itu, disadari oleh semua yang mendapatkannya, sebagai kekuatan supranatural, kekuatan Tuhan atau Yang Dipertuhan.

Proses kreatif adalah jalan penggubahan. Seorang novelis misalnya menceritakan, ketika ia akan melahirkan sebuah novel setebal 250-an halaman A4, menerima desakan pada ruang kesadarannya, pikir dan rasanya, agar segera merealisasikan “bisikan” tersebut menjadi tulisan. Proses terbentuknya kalimat, paragraf, plot, konflik, prolog dan epilog, berjalan dikendalikan tenaga gaib. Ia “hanya” menjadi alat pembentuk cerita novel semata. Bahkan, ketika novel itu berakhir alirannya, ujung cerita tidak dipaksakan oleh penulis. Ia menerima apa adanya berdasarkan bimbingan tenaga gaib itu. Tetapi, kondisi keberuntungan tersebut tidak selamanya bisa dialami sang novelis. Pada saat bimbingan gaib itu tidak ada, sang novelis merasakan kesulitan yang berat untuk membuat rangkaian kalimat. Apalagi untuk membuat cerita lengkap dengan berbagai plot, konflik, dan penjiwaan tokoh ceritanya.

Penggubahan karya hanya bisa secara mulus dilakukan oleh seseorang yang sudah biasa terlatih melakukan penggubahan. Seseorang yang biasa menggubah bentuk karya seni sastra, pikir dan rasanya bisa tergugah ketika membaca hasil gubahan orang lain. Seperti seorang pelukis, ia bisa terdorong keinginannya untuk berkarya ketika melihat karya buatan pelukis lainnya. Begitu pun pemusik, pematung, perancang busana, koreografer, teknolog, biolog, dan pelaku bidang-bidang lainnya, selalu tersentuh hatinya jika berhadapan dengan karya-karya sesuai bidang yang ditekuninya.

Sumber inspirasi yang lain adalah sesuatu yang dicari, diupayakan secara terus-menerus. Seseorang yang suka menekuni bidang kegiatan tertentu, ia akan secara sinambung mengembangkan keterampilannya. Melalui jenis pencarian tersebut didapatkan pengembangan, penemuan bentuk baru, pemalihan rupa, penggabungan model, dan sejenisnya. Ini juga bisa dikategorikan sebagai bentuk jalan proses kreatif. Proses pencarian inspirasi ini, seperti diakui oleh banyak orang, harus berjalan sinambung. Kadang-kadang, dorongan penggubahan muncul dari sumbangan pikiran orang lain. Dalam bidang kesenian, para pemikir dan pemerhati bidang seni kerap memberi alternatif pemecahan masalah terkait dengan keberadaan jenis kegiatan seni tertentu. Begitu pula para pemilik modal, para patron, perangkat pemerintahan negara, juga para guru, tercatat banyak memberi masukan alternatif pengembangan jenis, bentuk, dan hasil karya.

Pada masa kini, aneka pengaruh bisa datang dari sumber yang sangat beragam. Perangkat media elektronik seperti televisi dan komputer internet, telah begitu banyak mendorong pertukaran ide antarpelaku kegiatan. Publikasi berupa pameran, reklame media cetak dan video, telah mempercepat penyebaran informasi berbagai bidang ilmu. Sehingga, tidak ada jalan yang tertutup untuk segala jenis agihan (pertukaran, sharing) informasi. Rupa kendaraan, seperti speda motor dan kendaraan roda empat, telah mengarah kepada bentuk yang lebih “seragam”. Begitu juga, lebih hebat, “keseragaman” model dan kemampuan benda-benda elektronika, seperti pesawat teve, ponsel, radio, tape recorder, VCD player, MP3 player, play station, kamera, komputer, dan masih banyak lagi.

Keseduniaan, globaliasasi, dan istilah sejenis, telah dijadikan alasan penting dalam menerima aneka perubahan arus besar dari dunia luar. Nilai budaya asing begitu mudah dan nikmat diserap secara sadar oleh hampir semua lapisan masyarakat terpelajar. Anime (film animasi tayangan teve dan VCD) produk Jepang misalnya, telah menjadi trend baru yang diikuti oleh para penikmatnya. Sejalan dengan itu, komik-komik gaya Jepang pun telah mewabah memenuhi rak toko buku dan rak buku rumah-rumah pelajar Indonesia. Semua itu diterima secara sadar demi mengikuti arus besar. Kesopanan pun telah mulai diruntuhkan dalam aneka sinetron garapan masyarakat teater Indonesia, demi meniru secara sadar sinetron gaya Mexico yang telah lebih dahulu disukai masyarakat penonton.

Pengembangan bidang pariwisata, lebih khusus di Bali, telah lama memberi pengaruh besar kepada pertumbuhan pola pikir baru dalam penggubahan karya seni kriya. Sejumlah bentuk baru mengilhami para perajin sejalan dengan tuntutan para wisatawan. Pasar pun telah menjadi lingkungan baru yang harus disikapi secara toleran. Oleh karena itu, produk asing yang ikut memenuhi pasar, disikapi dengan dua cara: menerima keberadaan produk secara apa adanya, atau mengambil alih pembuatan benda asing tersebut. Inilah kondisi yang kini berlangsung di lingkungan perajin Bali. Proses kreatif para perajin Bali mulai banyak berubah mengikuti pola perubahan lingkungannya, lingkungan pariwisata yang melibatkan banyak produk asing dan orang asing.