Monday, 28 December 2009

GAMBAR BUNGA HASIL LOMBA

Oleh
Jajang Suryana


Gambar bertema dalam kegiatan lomba, bahkan menggunakan model, tidak selalu menjadi ikatan penyeragaman bentuk tampilan gambar bagai anak-anak. Terbukti, anak-anak masih bisa bergerak melepas ikatan "keharusan" tema maupun model. Mereka bisa menempatkan kebebasan ekspresi mereka ketika menggambar. Hal ini membuktikan, bahwa anak-anak masih memiliki kesempatan melepas keinginbebasannya, sekalipun ada kekangan.
Kegiatan meniru bentuk, tampaknya juga harus dibuktikan di lapangan, bukan sebagai penghalang kreativitas anak. Di Bali, hampir semua seniman lukis tradisi, seniman patung tradisi, seniman kriya tradisi, berangkat dari pola meniru seniornya. Kegiatan meniru inilah yang kemudian melahirkan begitu banyak seniman Bali yang mengagumkan. Tak ada hambatan bagi mereka untuk menemukan jati-dirinya yang unik, sekalipun awalnya melalui jalur pola peniruan, penurunan. Copy the master menjadi ciri pola pengembangan seni tradisi, yang terkenal di China, misalnya. Bahkan, jika mau merujuk lebih dalam kepada pola kehidupan manusia yang fitrah, kehidupan manusia dibentuk dari pola perilaku meniru dan meniru.
Tak usah ada kekhawatiran jika para calon seniman harus ditempa melalui proses meniru. Seniman-seniman yang mengaku dirinya sebagai manusia modern, bahkan pascamodern, mereka tetap tidak bisa melepaskan ciri fitrah kemanusiaannya: meniru lingkungannya. Bentuk, cara, pola, pikiran, keinginan, gaya, trend, adalah objek-objek tiruan yang selalu menjadi garapan manusia. Dalam dunia desain masa kini kondisi tiru-meniru itu sangat kentara. Perhatikan bentuk-bentuk kendaraan bermotor buatan Jepang dan China. Perhatikan juga perangkat komputer masa kini, handphone masa kini, gadget masa kini, hampir semua menunjukkan jejak peniruan bentuk, fungsi, fitur, maupun spesifikasi khusus barang-barang tersebut!




















Semua gambar direproduksi menggunakan HP Sony Ericsson K850i    

Saturday, 26 December 2009

ANAK, DUNIA ANIMASI, GAME, DAN ROBOT

Oleh
Jajang Suryana




Pengaruh komik, film animasi, dan game, yang deras, telah membawa anak-anak hanyut mengikuti aliran arus robot. Era robot dalam aneka cerita, telah mengajak imajinasi anak-anak masa kini ke dalam penjara menyenangkan di dalam dunia robot. Aneka karakter aneh dan tak lazim, kemudian, banyak ditemukan di dalam gambar-gambar buatan anak-anak.
Robot telah diberi "nyawa dan rasa". Perhatikan Astro Boy. Anehnya, karakter manusia banyak yang dipermak menjadi setengah robot, yang dalam penokohannya telah kehilangan banyak milik dan karakter kemanusiaannya. Tokoh manusia setengah robot dengan robot setengah manusia menjadi sangat berbeda sifatnya. Manusia yang dipasangi perangkat mesin robot secara otomatis menjadi manusia kejam tanpa perasaan kemanusiaannya (kecuali tokoh Robocop?). Sebaliknya, robot yang diceritakan memiliki sifat setengah manusia, memiliki kebaikan hati dan perasaan yang sangat terpuji.
Bagi anak-anak, dunia yang menyenangkan mereka, bisa dianggap sebagai sesuatu yang nyata. Ketika anak-anak terlah tergila-gila dengan komik, film animasi, atau game, mereka menyediakan dirinya untuk dunia yang sangat menyenangkan itu. Seakan tidak ada lagi dunia lain bagi mereka. Bagi mereka, semua lahan "kosong" seperti dinding rumah, kertas buku gambar, bahkan kertas bekas pun, adalah lahan gambar mereka. Dan, robotlah yang mereka gambar. Yang menarik, imajinasi yang menjadi dasar lahirnya desain, deras juga mereka dapatkan.





Desain pesawat

Robot-robot lucu

Muncul juga robot yang kejam

Digital monster (digimon) yang menarik bagi anak-anak

Berburu pun telah menggunakan robot


"The Flying Clown", katanya

Desain game

Robot kaleng bekas?

Robot dan robot

UFO dalam jejak catatan anak-anak
   
Semua gambar karya Fikri Fuadi Suryana dan Luthfi Ihsan Suryana
direproduksi dengan kamera HP Sony Ericsson K750i

Tuesday, 22 December 2009

BULELENG YANG NYELENEH 4



Oleh 
Jajang Suryana


Masyarakat Bali mengenal istilah nyama braya. Istilah ini dikaitkan dengan keberadaan masyarakat pendatang. Masyarakat pendatang, bagi mereka, adalah saudara (braya). Prinsip ini dinyatakan dalam berbagai bentuk bukti nyata di lapangan. Masyarakat Bali di Buleleng misalnya, dulu, menyediakan tempat khusus untuk saudaranya yang berbeda keyakinan, yaitu masyarakat muslim, di sebuah desa yang diberi nama Pegayaman. Kelompok masyarakat muslim ini, pada awal kedatangannya di Buleleng, adalah sebagai tentara bantuan dari Kerajaan Blambangan. Desa Pegayaman dikenal dengan keunikan jejak budayanya yang unik. Masyarakat yang terdiri atas mayoritas umat muslim ini, kini, hidup tenteram di samping masyarakat asli Buleleng yang lainnya.
Di kawasan Bali Selatan, yang sangat terkenal adalah Pulau Serangan yang dihuni mayoritas muslim. Banyak tempat lainnya yang suasananya penuh perasudaraan antarpenghuni berbeda agama: Hindu-Muslim-Kristen, dan sebagainya. Tampaknya, di kawasan Buleleng, daerah seperti itu ada di sejumlah tempat. Di sekitar Danau Beratan, Bedugul, di Tegallinggah, Sukasada, di Kampung Bugis dan Kampung Kajanan,Singaraja, adalah contoh komunitas muslim yang hidup damai dengan komunitas Hindu maupun komunitas agama lainnya. Dan, di Tejakula, Buleleng Timur, ada jejak yang unik terkait dengan kondisi jejak ikatan persaudaraan tersebut.
Di sebuah kawasan kebun kelapa, jauh dari pemukinan penduduk, berdiri sebuah kompleks pura. Pura ini terletak tidak begitu jauh dari bagian pantai Utara Bali bagian Timur. Menurut sejumlah masyarakat yang bekerja di kawasan perkebunan kelapa ini, bangunan pura didirikan sebagai tanda peringatan adanya tali persaudaraan antara kelompok masyarakat sekitar pura dengan orang-orang tertentu yang dianggap braya. Hal itu tampak dalam jejak catatan berupa pelinggih-pelinggih (tempat menupacarai, tempat “kediaman”) tokoh-tokoh yang ada dalam ikatan persaudaraan tersebut. Ada pelinggih Ratu Bagus Sundawan, Ratu Agung Melayu, Ratu Agung Syah Bandar, Ratu Ayu Mutering Jagat, Ratu  Ayu Pasek, Ratu Gede Dalem Mekah, Batara Surya, Batari Sri Dwi Jendra, dan satu pelinggih yang tanpa nama. Kesembilan pelinggih itu ditempatkan dalam satu deretan yang menghadap halaman dalam pura berupa lapangan penuh batu. Batu-batu halus khas pantai Buleleng Timur memenuhi halaman tengah pura ini. Khusus untuk pelinggih Batara Surya, posisinya menghadap arah Barat-Timur.
Bagian-bagian bangunan pura lainnya yang dianggap unik adalah adanya pola hias pinggir Yunani, berbentuk huruf T yang disusun berbalikan, ditempatkan di antara pola hias gaya Bali lainnya. Bagian candi bentar pelinggih Ratu Gede Dalem Mekah dibiarkan miring. Konon, kemiringan itu terjadi sendirinya, hingga kini kondisi itu tidak berubah lagi. Dan, menurut para penutur, khusus untuk pelinggih Ratu Gede Dalem Mekah ini, ada kaitan dengan persaudaraan antara pembangun pura dengan braya muslim yang berangkat ke Mekkah dan tidak pernah kembali. Pura ini, memang, dikenal dengan sebutan Pura Mekah, karena terkait dengan keberadaan jejak persaudaraan tadi.




 Ratu Bagus Sundawan

Ratu Agung Melayu

Ratu Agung Syah Bandar

Ratu Ayu Mutering Jagat

Ratu Ayu Pasek

Ratu Gede Dalem Mekah

Batara Surya

Batari Sri Dewi Jendra

Halaman dalam pura yang dipenuhi batu pantai yang halus

Pintu gerbang utama pura


Semua foto dibuat menggunakan Sony Ericsson K850i




  

Monday, 21 December 2009

BULELENG YANG NYELENEH 3


Oleh 
Jajang Suryana


Sebuah pura dalem yang dulu jarang terjangkau masyarakat umum, kini rata-rata sangat mudah didatangi. Fasilitas jalan beraspal, sejalan dengan keperluan penyediaan kemudahan sarana lalu-lintas pariwisata, telah dibangun hampir di semua sudut kawasan di Bali. Kini, tidak ada daerah yang terkategori terpencil di kawasan Bali. Hampir semua kawasan telah dimudahkan untuk didatangi, minimal melalui pembangunan jalan lintas beraspal yang mudah dilewati.
Pura Dalem Jagaraga terkenal ke mancanegara karena relief-relief uniknya yang pernah terekam dalam "buku pintar" pariwisata Bali yang pernah dibuat oleh seorang penulis Belanda. Relief penyengker (pagar luar) pura yang berisi relief model Jeep T-Ford, pesawat terbang, sepeda gayung, perahu, tokoh wayang, dan wisatawan yang santai di bawah payung taman, sangat menarik perhatian para pelancong. Secara geografis pura dalem ini jauh dari kawasan pantai, tetapi dalam relief yang menghiasinya ada sejumlah adegan dalam air, dunia laut, yang lengkap dengan unsur-unsur lingkungannya seperti ikan, kepiting, buaya, dan bahkan "kecelakaan" laut yang menggambarkan seseorang yang ditelan raksasa laut.
Pura Dalem Jagaraga menarik sebagai bahan penelitian. Terutama tentang pola pikir para seniman yang secara "senang tanpa bebas" menghias bangunan pura dengan hiasa yang sungguh jauh dengan keperluan pura pada umumnya. Dan, itulah, kelebihan seniman-seniman Buleleng yang kerap berbeda dengan seniman lainnya di kawasan Bali yang taat pakem.





Paduraksa Pura Dalem Jagaraga

Mtif hiasa bentuk Jeep T-Ford yang unik

Motif tokoh wayang dengan adegan yang verbal

"Toris" (?) dengan kendaraan Jeep T-Ford

Kegiatan lingkungan laut

Seseorang yang ditelan raksasa laut

Pintu masuk samping menuju ruang dalam Pura Dalem Jagaraga

Relief dengan motif Jeep T-Ford yang lain
 
Paduraksa bagian dalam

Relief dengan motif bentuk binatang air


Semua foto dibuat menggunakan Sony Ericsson K850i

     

BULELENG YANG NYELENEH 2


Oleh 
Jajang Suryana


Di belakang Pura Beji, Sangsit, Buleleng, Bali Utara, ada sebuah pura dalem. Pura tersebut adalah pura yang berkaitan dengan urusan upacara kematian. Pura jenis ini, juga, dikaitkan dengan keberadaan Syiwa sebagai yang disungsung para penganut agama Hindu. Pura dalem selalu berada di lokasi yang terbilang sepi, dekat kuburan. 
Yang unik, pada bagian penyengker (pagar luar) bangunan pura, ada sejumlah relief yang bentuk dan isinya sangat menarik. Relief masih tampak utuh sehingga bentuk-bentuk yang mengisi bingkai relief masih tampak jelas. Semua relief bercerita tentang kehidupan setelah mati. Cerita bingkai perbingkai relief berbeda-beda. Ada yang bercerita tentang hasil perbuatan manusia yang kerap berbuat zina ketika masih hidup. Dalam bingkai ini digambarkan secara vulgar bagaimana tokoh-tokoh cerita yang sedang melakukan perbuatan zina. Sangat unik. Ada juga cerita yang terkait dengan para pelaku yang tidak jujur berdagang ketika masih hidup. Ada gambaran perempuan yang tidak bisa menenun saat masih hidup, hal ini terkait dengan mitos di daerah sekitar itu, yang dikejar-kejar anjing ketika sudah di alam lain. Dan, cicak atau tokek (?) di sinipun telah menjadi tokoh cerita penting yang dikaitkan dengan hukuman bagi perempuan pelaku kegiatan buruk tertentu.
Karena berhubungan dengan upacara kematian, di pura dalem selalu dipenuhi hiasan yang menggambarkan tokoh negatif. Di sini karakter Rangda (tokoh buruk) mendominasi bentuk-bentuk patung yang menghiasi bagian bangunan pura ini.
















Semua foto dibuat menggunakan Sony Ericsson K850i


Sunday, 20 December 2009

BULELENG YANG NYELENEH 1



Oleh
Jajang Suryana


Buleleng, Bali Utara, dikenal sebagai kawasan komunitas masyarakat terbuka. Pengaruh kawasan pelabuhan laut yang pernah jaya, menjadi pusat ekonomi Bali, membentuk masyarakat sekitarnya menjadi sangat loyal terhadap unsur luar. Dan, yang paling membuat kagum, begitu banyak pembaharuan yang muncul dari lingkungan masyarakat Buleleng. Keterbukaan sikap telah membawa cara memandang lingkungan dengan cara yang berbeda.
Banyak tinggalan masa lalu yang kini masih membuat orang ngeh bahwa Buleleng memang memiliki gaya yang berbeda dengan lingkungan masyarakat Bali lainnya. Satu di antara banyak hal yang menunjukkan "kelainan" Buleleng adalah yang didapatkan di lingkungan bangunan pura, bangunan ibadat masyarakat Hindu. Di Buleleng, ada sejumlah pura yang memiliki asesoris bangunan pura yang nyeleneh, di luar kebiasaan bangunan pura yang lain di Bali. 
Satu di antara bangunan pura yang menunjukkan "kelainan" adalah Pura Beji di kawasan Desa Sangsit. Pura ini dianggap seperti pura bergaya Rococo. Pura yang seluruh bangunannya dipenuhi hiasan. Seluruh bagian bangunan pura, dari bagian depan hingga bagian belakang, dihiasi dengan ornamen Bulelengan yang sangat menakjubkan. 
Dua buah bangunan pura lainnya --di antaranya-- yang sangat nyeleneh, insya Allah akan ditampilkan dalam postingan  berikutnya.



Perbaikan bangunan pura

Pura Beji bergaya Rococo

Paduraksa yang sarat hiasan

Halaman dalam pura yang cukup lapang

Bangunan inti Pura Beji yang kaya ornamen

Kemegahan bangunan bisa menampakkan kekayaan masyarakat pendukung pura tersebut sebagai petani yang berhasil

Patung kesuburan yang dipasang di depan bangunan utama

Semua foto dibuat menggunakan Sony Ericsson K850i