Oleh Jajang Suryana
Catatan:
Tulisan ini dibuat tahun 1992. Tapi, jika dibaca lagi, ternyata masih patut jika diupload lagi sebagai bahan bacaan. Lumayan!
Sudjoko (almarhum) tahun 1960 telah mengeluarkan pikiran-panjangnya tentang "Peranan Seni Dalam Pembangunan Ekonomi Negara". Prasaran tersebut disampaikannya pada Kongres BMKN tahun 1960, di Bandung. Tulisannya dimulai dengan pertanyaan yang "lucu", menyoal keunikan harga benda seni. Contoh yang dikemukakannya adalah tentang lukisan. Sudjoko mengemukakan secara cerdas, pengandaian cara jual benda seni berkaitan dengan teori ekonomi. Hal itulah, menurut Sudjoko, yang mungkin menjadi keberatan para ahli teori ekonomi.
"Bagi banjak orang seni adalah sesuatu jang tingkahnja sukar dimengerti; seni, misalnja, tidak dapat ditentukan harga pembeliannja dengan ukuran² jang mudah masuk akal. Suatu lukisan berukuran 1 m² jang dibuat dengan ongkos produksi 100 rupiah bisa didjual dengan harga 10.000 rupiah (perbandingan harga tahun 1960-an: pengutip), sedang untuk lukisan lain jang berukuran sama dengan ongkos produksi sama orang tjuma mau bajar paling tinggi 20 rupiah. Kelebihan produksi lukisan tidak dengan senidirinja sadja akan berpengaruh kepada harga, demikian djuga dengan kekurangan produksi. Maka perlukah seni dimasukkan dalam persoalan ekonomi? Dan apakah diatas onberekenbaarheid ini bisa dibangun suatu ilmu ataupun pemikiran serieus untuk tugas jang teramat berat, ialah pembangunan negara?" (Sudjoko, 1960: 239: dikutip seperti ejaan aslinya).
Pada kenyataannya, apa yang digambarkan oleh Sudjoko tampak menyentak semua ahli ekonomi termasuk juga lebih khusus para seniman. Ketika heboh boom harga lukisan tahun 1989/1990, begitu banyak pelukis, keluarga pelukis, atau pun kolektor lukisan, yang tiba-tiba menjadi orang kaya baru (OKB). Beberapa seniman di antaranya, sampai kini, lukisannya memiliki harga jual yang sangat menghebohkan. Karya mereka diantri oleh para peminatnya.
Tetapi, berbeda dengan para pekriya yang nilai penjualan karyanya mendongkrak tingkat PDRB, nilai penjualan karya para seniman lukis yang mengalami boom tidak pernah disebut-sebut, bahkan sengaja ditutupi dari pengetahuan khalayak!
Sanento Yuliman, juga almarhum, (1992: 2) menulis:
"Itulah seni lukis yang biasa dinamakan (terutma oleh para pendukungnya) 'seni lukis modern Indonesia'. Seni lukis itu banyak menerima masukan informasi dari Barat. Seni lukis itu juga tidak sedikit menerima tunjangan dari Negara, berupa penyelenggaraan pendidikan seni rupa, Anugerah Seni, kemudahan bagi pelukis untuk belajar, bepergian, dan berpameran di luar negeri, dll".
Tentang kehebohan boom seni lukis, ditulis oleh wartawan Jakarta-Jakarta, almarhum juga (majalahnya), seperti berikut:
"Dunia seni lukis Indonesia, makin kisruh. Bayangkan, harga lukisan karya seorang pelukis muda seperti Dede Eri Supria saja, kini laku Rp 15 juta. Dan harga karya pelukis kaliber Affandi, dalam tempo setahun ini, sudah melejit menjadi Rp 150 juta. Para pelukis pemula pun kini sudah tak rikuh-rikuh memasang tarip luar biasa aduhai. Tapi dari apa yang terjadi, ternyata peran galeri dan kolektor dalam mematok harga, sangat dominan. Senang tak senang, para pelukis Indonesia pun sudah naik taraf hidupnya jika dilihat per-harga karyanya" (Jakarta-Jakarta, 1989: 9).
Akibat boom tersebut, para pelukis harus mampu bersikap profesional dalam mengelola teknik pemasaran karyanya. Semakin pintar bernegosiasi dengan berbagai kalangan “pesenang" lukisan, semakin terbukalah kesempatan menjadi kaya raya. Jakarta-Jakarta melontarkan pernyataan penting untuk menyebut keberadaan para pelukis masa kini dengan "Apa boleh buat, diam-diam tanpa disadari, agaknya memang sudah ada kebutuhan baru yang harus dipunyai seorang seniman. Yakni, teknik pemasaran, dan teknik negosiasi".
Salah satu akibat boom adalah pemalsuan lukisan. Begitu tergiurnya orang untuk memiliki karya seseorang, atau lebih tepatnya, tergiur oleh harga karya milik seorang pelukis, salah satu cara "termudah" untuk mendapatkannya adalah dengan jalan mengcopy karya yang diinginkan. Banyak lukisan palsu yang beredar di antara para kolektor. Tentu saja, pelukis yang mengetahui karyanya dipalsu orang lain, reaksinya bermacam-macam. Affandi, ketika mengetahui banyak lukisannya yang ditiru, hanya sekadar berkomentar: "Kasihan kolektornya menyimpan lukisan yang tak asli". Tetapi ada juga yang mencak-mencak hingga berusaha memperkarakannya. Namun kare-na perangkat hukum di Indonesia belum menunjang kebutuhan tuntutan perkara seperti itu, pemalsuan terus saja berlanjut tanpa takut tersangkut hukum.
Di samping itu, sejumlah pelukis, termasuk pelukis "kagetan" --karena berangkat dari lingkungan di luar seni lukis, di antaranya dunia sastra-- banyak yang memanfaatkan kondisi boom. Boom sendiri direspon oleh masyarakat penikmat seni Indonesia tertentu sebagai kesempatan baik untuk memiliki karya seni lukis. Tingkat kemampuan ekonomis sekelompok masyarakat negara Indonesia telah begitu tinggi. Terbukti, dalam berita lelang di Singapura, pembeli lukisan yang berharga lelang melangit adalah dari Indonesia. Hasil olah seni kini telah menjadi objek komoditi yang sangat menjanjikan. Tetapi, ketika karya bidang seni musik, tari, sastra, atau pertunjukan, biasa diuangkan tanpa masalah, benda-benda seni rupa masih tetap "dirahasiakan" nilai penjualannya. Padahal, para seniman telah menjadi teladan bidang ekonomi yang patut ditiru. Pendidikan seni telah terbukti bisa menjamin kemampuan ekonomis seseorang!
Sudjoko, yang prasarannya dimuat dalam majalan Budaja 6, Juni 1960, Tahun ke-IX, halaman 239-250, mengungkapkan tujuh hal yang bertalian antara masalah seni dengan bidang ekonomi. Ketujuh hal itu, jika kita periksa, masih relevan dengan kebutuhan perkembangan seni rupa (khususnya) dan ekonomi masa kini.
"I. Memperbanjak lapang usaha dan usaha dan kesempatan bekerdja
dengan sendirinja masuk dalam rentjana pembangunan ekonomi kita. Industri-industri ringan maupun berat harus ditambah dan didirikan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita, untuk mengurangi djumlah kebutuhan jang harus diimport, dan untuk melajani kebutuhan-kebutuhan luarnegeri. Disini seniman membantu dalam menjuburkan kehidupan perusahaan dan mempopulerkan "Buatan Indonesia" atau "Made in Indonesia". Disamping itu seni sendiri mendjadi sumber dan pentjipta suatu matjam kebutuhan setiap manusia, ialah kebutuhan akan seni.
II. Usaha-usaha untuk memperbesar dan mempertjepat penjaluran dan pendjualan barang banjak bergantung kepada seni. Propaganda berupa tulisan, gambar, pameran dan pementasan minta fantasi, pengetahuan dan tanggung djawab besar dari seniman.
III. Dalam memperbesar volume eksport tugas seni akan bertambah banjak sedjadjar dengan perkembangan industrialisasi dan usaha-usaha kita jang lain untuk mempergiat eksport. Selain dengan propaganda, maka seniman djuga membantu mempertinggi kwalitet barang dan memperbesar kepertjajaan luarnegeri kepada buatan-buatan kita.
IV. Tourisme Indonesia adalah sumber valuta aisng jang kini sudah mulai mendjadi perhatian sungguh-sungguh dari Pemerintah. Peranan seni disini tidak mungkin disangsikan lagi. Dunia luar dan touris asing harus kita pikat dengan seluruh kegiatan kita dalam dunia seni. Touris-touris Indonesia sendiri tentu akan turut meramaikan kehidupan ekonomi.
V. Memperbanjak ahli dalam segala bidang adalah kewadjiban mutlak bagi setiap negara jang ingin madju pesat. Disini sekali-kali tidak boleh dilupakan bahwa senimanpun adalah ahli, dan jumlah ahli da lam seni harus diperbesar dengan memberi kesempatan beladjar jang banjak didalam maupun keluar negeri.
VI. Seni bisa didjadikan alat untuk mendorong semangat bekerdja dan untuk mentjipta suasana senang bekerdja. Segala rentjana ekonomi akan gagal djikalau tidak ada kegairahan dan potensi bekerdja pada rakjat.
VII. Segala matjam kegiatan seni jang aktif maupun apresiatif harus dipupuk terus menerus. Masyarakat jang berdjiwa seni adalah sumber manpower untuk keperluan pembangunan ekonomi".
(dikutip sesuai dengan ejaan aslinya)
tolong cantumkan daftar acuan pustakanya
ReplyDeleteapa hubungan yg paling gampang di mengerti tentang seni dala ekonomi..?
ReplyDeleteseddangkan seni dalam ekonomi tersebut maknaya sangat luas..
@anonim: insya Allah nanti acuan pustakanya menyusul. Terima kasih
ReplyDelete@ichsan: Ternyata, melalui berkegiatan seni, orang bisa hidup sejahtera. Bahkan bisa melebihi kesejahteraan masyarakat lainnya. Tetapi, jangan lupa, sama dalam kegiatan lainnya, keberhasilan seseorang sangat bergantung pada kesungguhan usahanya. Terima kasih.
saya rizky, (masih)mahasiswa di PT UNEJ jember Jatim,sedang berusaha menyelesaikan TA di fakultas ekonomi.
ReplyDeleteterarik mengenai artikel pak dosen diatas.
ada jurnal atau referensi yang terkait pak dosen?
mohon di tanggapi ya pak dosen.