Oleh Jajang Suryana (Dimuat dalam Bali Post)
Perkembangan perangkat teknologi kita rasakan sangat pesat. Tahun 70-an, televisi masih dirasakan sebagai “kotak ajaib” yang hanya dimiliki orang-orang kaya tertentu saja. Atau, lebih ke belakang lagi, radio pun bisa dirasakan sebagai “benda aneh” yang bisa omong.
Kini, radio dan teve hanyalah benda amat biasa. Anak kecil pun bisa “menguasai” benda tersebut. Bahkan, ketika muncul komputer, itu pun kini telah menjadi benda lumrah. Begitu banyak anak yang telah berkenalan, malah sangat akrab, dengan dunia penikmatan hasil teknologi elektronik tersebut.
Menikmati radio di satu sisi hanya memberi kepuasan audio saja. Pendengaran adalah perangkat utama yang digunakan oleh seseorang ketika menikmati acara radio. Interaksi pendengar, selain dilakukan lewat
Lebih lengkap dibanding radio, teve bersifat audio-visual. Penikmat acara teve bisa lebih lengkap merasakan kehadiran penyiar, penyanyi, pelawak, atau pun bintang film dan sinetron. Dalam proses interaksi antara penikmat dengan penyaji acara, seperti pada acara radio, bisa dilakukan lewat
LEMBAGA PENDIDIKAN
Banyak ahli pendidikan yang kemudian percaya bahwa media teve bisa menjadi lembaga pendidikan. Sejalan dengan peran televisi sebagai media hiburan, maka materi tayangan pendidikan yang dikemas dalam acara teve juga harus bersifat menghibur. Seperti disebutkan oleh Eduard Depari, “jika unsur kemasan diabaikan, tidak mustahil tayangan tersebut akan kehilangan daya tariknya”.
Sama dengan ibu-ibu, anak-anak memiliki tayangan kesukaan yang khusus. Film kartun, aneka cerita, keluaran Jepang dan Amerika yang banyak ditayangkan di TVRI atau teve swasta, beberapa di antaranya kemudian menjadi cerita tungguan anak-anak. Semua tayangan, bisa dipastikan, ada nilai baik dan buruknya.
Seorang ibu bercerita tentang anaknya yang sangat terpengaruh acara tayangan teve. “Anak saya pernah retak tulang kaki hingga harus operasi. Pasalnya, dia bergaya meniru jagoan kesukaannya di televisi. Dia meniru Superman yang bisa terbang. Terbanglah dia dari balkon rumah, hingga kakinya luka”. Kasus itu adalah pengaruh langsung yang tergolong berat. Pengaruh langsung yang ringan-ringan saja, mislanya yang diceritakan ibu yang lain: “Karena kesukaan terhadap jagoan yang biasa ditonton di teve, anak saya memaksa harus membeli semua jenis asesoris yang berhubungan dengan tokoh jagoannya”.
Sisi positif menonton teve diungkapkan oleh seorang ibu. “Pengaruh baik yang kami perhatikan pada putra kami adalah selalu ingin menjaga atau melindungi seperti halnya pada perilaku tokoh jagoan idolanya”. Hal yang menarik adalah yang dialami oleh seorang ibu lain dengan anaknya yang masih usia pra-TK. “Pada waktu itu”, tulisnya, “anak kami masih di Play Group. Tentunya belum dapat membaca. Padahal, pada waktu itu, film-film kartun dialognya berbahasa darimana film itu diproduksi. Terjemahannya tertulis dalam bahasa Indonesia di bagian bawah layar. Kami secara bergiliran membacakan terjemahan tersebut. Tetapi suatu waktu, kami sibuk. Tidak ada satu pun di antara kami yang sempat membacakan terjemahan film yang ditonton anak kami.
Bertolak dari kekecewaan tadi, putra kami giat belajar membaca. Karena keinginan yang kuat, putra kami terus belajar. Pada usia sebelum 5 tahun anak kami, akhirnya, bisa membaca, membaca teks terjemahan film maupun koran, tanpa harus bergantung kepada orang tua”.
Maraknya aneka jenis video game, disusul dengan menjamurnya play station yang berbarengan dengan memasyarakatnya internet, menjadi lahan perluasan jenis hiburan, terutama, bagi anak-anak. Dunia maya, dunia yang dibangun dalam format digital, telah menjadi dunia penikmatan imajinasi anak-anak. Penemuan teknologi 3D yang semakin sempurna telah menolong para gamer untuk mengembara mengikuti hayalan para programer aneka jenis mainan.
Dunia maya, dunia yang dibangun dalam format digital, pada dasarnya sejalan dengan pola imajinasi. Keinginan, hayalan, harapan, yang bentuknya cenderung mustahal sekalipun, bisa dikemas dalam bentuk nyata imajinasi, gambar digital. Salah satu bentuk gambar digital adalah mainan, game. Aneka mainan digital adalah pengembangan imaji yang telah diolah untuk kepentingan aneka tujuan. Tujuan baik, tentu saja, menjadi tujuan yang umum. Banyak software komputer misalnya, yang ditujukan untuk memudahkan proses pembelajaran. Pembelajaran dirancang menjadi interaktif lengkap dengan gerak (animasi), suara, dan bahkan komunikasi aktif antara mesin (komputer) dengan pengguna program. Tetapi, banyak juga software program komputer yang disisipi aneka tujuan buruk. Lebih khusus yang disebar lewat jalur website internet yang dikemas dalam bentuk program freeware dan shareware.
Perkembangan teknologi dampak awalnya bertalian dengan kemaslahatan umat. Tetapi kemudian, kemajuan teknologi telah turut memajukan dan menganekargamkan jenis kejahatan. Tujuan buruk pun telah dikemas sedemikian rupa hingga tampilannya tetap terselubung dalam bungkus mainan. Kekerasan yang menjadi pola film animasi keluaran beberapa perusahaan software dan komik Jepang, misalnya, yang mengandalkan penyelesaian cerita dengan pembunuhan, sangat “disukai” oleh anak-anak kita.
Tentu,
Dunia robot seperti pada cerita Pokemon dan Digimon, dalam batas-batas tertentu banyak memberi sumbangan imajinasi teknologis yang lumayan kepada anak-anak. Entah bagaimana kreatifnya para pedagang mainan anak-anak dalam memanfaatkan tokoh yang sedang digandrungi oleh anak-anak. Dunia Mickey Mouse, Donald Duck, Power Ranger, Ninja Hatori, dan Doraemon yang juga pernah diolah para pedagang, sedikit demi sedikit digeser oleh ketenaran para robot Pokemon. Buku tulis, buku bacaan, kartu mainan, permen, kancing tempel, tas sekolah, kaos anak-anak, alat-alat makan, bahkan pelapis tempat tidur dan bantal, semua dihiasi gambar tokoh-tokoh Pokemon. Orang tua tak bisa menahan hasrat anak-anak untuk secara terus-menerus melengkapi “koleksi” benda-benda kesukaan yang kemudian akan menjadi benda kebanggaan anak di antara lingkungan temannya. Lingkungan teman sebaya telah lebih kuat memberi pengaruh kepada mereka. Apa yang bisa dimanfaatkan dari fenomena dunia hayal tersebut?
PERLU BIMBINGAN
Arus pengaruh teman sebaya tak bisa dibendung oleh orang tua. Atau, kalau orang tua tetap mau membendungnya, pengaruh itu tetap juga akan luber tak terkendali. Lebih baik orang tua turut menyusun jalan-jalan penyalurannya, agar bah pengaruh itu bisa lebih sehat alirannya. Orang tua wajib peduli dengan kesenangan anak-anak. Kalau perlu, orang tua bisa melakukan diskusi dengan anak-anak tentang mainan-mainan kesenangannya.
Membiarkan anak mengeksplorasi dunianya adalah tindakan bijaksana. Tetapi, bimbingan, arahan, dan penyaluran merupakan kunci pengaman yang bisa dibentuk oleh orang tua. Orang tua adalah pengawas, pemilah, dan sekaligus fasilitator bagi kebutuhan eksplorasi anak. Biarkanlah anak mengurusi dunianya. Orang tua tidak bijaksana bila turut campur menentukan isi dunia anak. Jadilah wasit yang bertanggung jawab, yang bisa memfasilitasi lalu lintas imajinasi anak. Bukankah ketika kita, para orang tua, masih dalam usia anak-anak, kita selalu diberi kebebasan bermain, dan lahan bermain kita tidak pernah dijarah orang tua kita.
pak saya mau tanya, bagaimana seharusnya kita menanggapi perkembangan teknologi sekarang ini agar kita sebagai masyarakat yang berpendidikan bisa mengembangkan dan mengajarkanya di masyarakat, agar teknologi tidak membuat manusia menjadi celaka,malas dan bahkan bisa berbuat jahat melalu tehnologi??
ReplyDeleteNI WAYAN SEPTIARI
1112031015
A
Perangkat teknologi hanyalah alat yang sesuai dengan zamannya. Sama seperti keberadaan perangkat alat kehidupan lainnya, pada zaman manapun, seharusnya sama. Artinya, jika masyarakat sudah bisa menangani apapun sejalan dengan kemampuan zamannya, segala yang terkait dengan perangkat kehidupan tersebut tak terlalu banyak menimbulkan masalah. Yang terjadi sekarang, ketika teknologi hasil olahan masyarakat yang telah lebih maju membanjiri negara dengan kondisi "gaptek", ya teknologi sebagai perangkat kerja harian manusia sebagian menjadi ancaman.
ReplyDelete