Friday, 1 January 2016

WAYANG GOLEK HIASAN

Oleh Jajang Suryana




Wayang golek dibuat sebagai boneka pertunjukan. Ketika dalang menceritakan kisah tertentu, biasanya kisah Mahabharata atau Ramayana, maka cerita divisualkan dengan menampilkan boneka golek. Boneka golek bisa lebih natural sebagai peraga penceritaan karena bentuknya masif, tiga dimensional. Dalang memainkan boneka golek dalam bentuk tarian, gerakan-gerakan visualisasi emosi tertentu, atau gerakan yang menggambarkan suasana yang dialami oleh karakter cerita. Gerakan-gerakan wayang golek tersebut, dalam pedalangan disebut sabetan. Agar dalang bisa menampilkan karakter wayang golek dalam sabetan-sabetan yang natural, boneka golek harus dirancang  sebagai boneka untuk pertunjukan, bukan sekadar boneka hiasan.

Banyak dalang yang sekaligus pegolek (pembuat wayang golek) atau pegolek yang bukan dalang, selain membuat wayang pertunjukan juga membuat wayang hiasan. Wayang golek hiasan tidak banyak diikat oleh pakem, karena pakem hanya dipakai ketika seseorang membuat golek khusus untuk pertunjukan. Selain pakem (aturan bentuk, ukuran, ciri-ciri khusus karakter), bahan yang digunakan untuk membuat boneka golek memerlukan ketentuan yang khusus. Bahan boneka golek pertunjukan lebih banyak menggunakan kayu lame, nangka, atau juga albasia. Sementara itu untuk membuat golek hiasan cukup menggunakan bahan kayu albasia yang ringan.     

Golek hiasan umumnya tidak dikerjakan secara sempurna. Bahkan, banyak boneka golek hiasan yang dikerjakan secara gampangan. Periksa golek tabung, golek yang dikemas di dalam tabung plastik. Belum ada karya golek tabung yang bagus. Mungkin pegolek berpikir, hanya sekedar hiasan, dan untuk anak-anak. Padahal, jika kualitas bentuknya bagus, harga pun bisa lebih mahal.


Wayang golek batik Gatot Kaca

Wayang golek batik Rahwana


Wayang golek puteri

Wayang golek batik ksatria (pengembangan raut)

Wayang golek batik ksatria (pengembangan raut)

Wayang golek klasik Arjuna

Wayang golek klasik Arjuna

Wayang golek klasik Arjuna

Wayang golek cokelat satria

Wayang golek kuno (bandingan raut)


Di pasar (seni) banyak golek hiasan yang dibuat oleh sekedar pembuat golek, bukan buatan pegolek yang asli. Pegolek asli, rata-rata tidak mau menurunkan kualitas karya yang menjadi ciri dan bukti tentang dirinya. Satu contoh, apa yang kerap dilakukan oleh pegolek M. Duyeh. Pegolek asal Ciguruwik, Cibiru, Kabupaten Bandung, Jawa Barat ini, selalu menampakkan kualitas karyanya sekalipun hanya untuk golek hiasan.

Golek Batik adalah golek hiasan. Jenis golek ini tentu bukan untuk digunakan sebagai peraga cerita dalam pertunjukan wayang golek. Golek batik adalah pelebaran garapan akhir bentuk wayang golek dengan memasukkan unsur hiasan yang dipinjam dari pola hias teknik membatik. Ada hal lain yang menandai bentuk golek batik. Wajah tokoh karakter golek dibuat sedemikian rupa meniru pola bentuk manusia sebenarnya. Sehingga, jika diperhatikan, golek batik ini lebih banyak menonjolkan pola wajah tiruan manusia normal dan hiasan berpola batik. Golek batik buatan M. Duyeh tidak berbeda dengan bentuk golek untuk pertunjukan. Kualitas gerak boneka ketika digunakan untuk pertunjukan golek sama dengan golek khusus untuk pertunjukan. Hanya bahan saja yang berbeda. Bahan dasar golek pertunjukan adalah kayu yang agak berbobot seperti kayu nangka dan lame. Sementara itu, untuk membuat golek hiasan bahan kayu yang umum digunakan adalah jenis albasia atau jeungjing. Pewarna hiasan golek menggunakan bahan cat duco, cat kendaraan. Alasan penggunaan bahan ini adalah masalah kecerahan warna dan kemudahan penggunaan.

Di samping membuat golek batik, banyak pula pegolek yang membuat golek cokelat. Jenis golek yang diberi warna cokelat ini, berdasar cerita M. Duyeh, adalah pengaruh cara garap patung Bali. Banyak patung Bali yang hanya mengandalkan teknik pewarnaan berbahan semir. Dari pola pewarnaan itulah muncul peniruan model golek satu warna, cokelat. Golek hiasan ini sangat lepas dari penanda utama hiasan-hiasan pada karakter golek. Tidak ada satu bagian hiasanpun yang digarap mengikuti pola warna yang umum didapatkan dalam hiasan golek.

Pelebaran bentuk lainnya adalah golek klasik. Jika golek cokelat ditampilkan menggunakan pola pewarnaan monokrom cokelat, golek klasik adalah bentuk golek yang hanya mengandalkan warna bahan kayu albasia. Agar bahan kayu tetap aman, digunakanlah bahan pengawet permukaan kayu yang berwarna bening. Warna putih kayu albasia bisa tetap tampil utuh sekalipun dilapisi bahan pengawet kayu. 

 Upaya penggubahan bentuk-bentuk baru terus dilakukan oleh para pegolek. Sejak dahulu, sumber perubahan itu bisa datang dari keinginan pegolek, dalang, bahkan pemerintah. Hingga masa kini, perubahan demi perubahan terus datang silih-berganti. Tetapi, pada setiap perubahan, ada sesuatu yang tetap mereka ‘hormati’ sebagai pakem wayang golek. Misalnya, karakter cerita utama (tokoh-tokoh Pandawa dan Kurawa, keluarga Rama Wijaya dan Rahwana, maupun ciri-ciri utama penanda karakter termasuk hiasan) tetap dipertahankan secara turun-temurun. Bahkan telah banyak juga muncul wayang golek dengan cerita lain, seperti cerita Wayang Menak (Amir Ambyah, Amir Hamzah) dan Wayang Pakuan (cerita Pasundan).       

Kecenderungan yang menonjol pada kondisi pertunjukan wayang masa kini adalah adanya penambahan sejumlah karakter baru yang lebih banyak digunakan sebagai penarik perhatian penonton muda. Karakter-karakter cerita tambahan yang --bahkan-- kini seakan menjadi cerita utama, tetap tidak merusak keberadaan karakter cerita-awal utama. Perubahan-perubahan tadi terjadi juga dalam lingkup cerita wayang kulit. Yang kini sangat menonjol dalam pertunjukan wayang kulit adalah menonton wayang bukan bayangannya pada kelir, tetapi di belakang dalang, menghadap kelir.

Perubahan tak pernah berhenti. Sekalipun selama ini ada anggapan bahwa seni tradisi “statis”!

No comments:

Post a Comment