Wayang golek dibuat sebagai
boneka pertunjukan. Ketika dalang menceritakan kisah tertentu, biasanya kisah
Mahabharata atau Ramayana, maka cerita divisualkan dengan menampilkan boneka
golek. Boneka golek bisa lebih natural sebagai peraga penceritaan karena bentuknya
masif, tiga dimensional. Dalang memainkan boneka golek dalam bentuk tarian,
gerakan-gerakan visualisasi emosi tertentu, atau gerakan yang menggambarkan
suasana yang dialami oleh karakter cerita. Gerakan-gerakan wayang golek
tersebut, dalam pedalangan disebut sabetan. Agar dalang bisa menampilkan
karakter wayang golek dalam sabetan-sabetan yang natural, boneka golek harus
dirancang sebagai boneka untuk
pertunjukan, bukan sekadar boneka hiasan.
Banyak dalang yang sekaligus
pegolek (pembuat wayang golek) atau pegolek yang bukan dalang, selain membuat
wayang pertunjukan juga membuat wayang hiasan. Wayang golek hiasan tidak banyak
diikat oleh pakem, karena pakem hanya dipakai ketika seseorang membuat golek
khusus untuk pertunjukan. Selain pakem (aturan bentuk, ukuran, ciri-ciri khusus
karakter), bahan yang digunakan untuk membuat boneka golek memerlukan ketentuan
yang khusus. Bahan boneka golek pertunjukan lebih banyak menggunakan kayu lame,
nangka, atau juga albasia. Sementara itu untuk membuat golek hiasan cukup
menggunakan bahan kayu albasia yang ringan.
Golek hiasan umumnya tidak
dikerjakan secara sempurna. Bahkan, banyak boneka golek hiasan yang dikerjakan
secara gampangan. Periksa golek tabung, golek yang dikemas di dalam tabung
plastik. Belum ada karya golek tabung yang bagus. Mungkin pegolek berpikir,
hanya sekedar hiasan, dan untuk anak-anak. Padahal, jika kualitas bentuknya
bagus, harga pun bisa lebih mahal.
Wayang golek batik Gatot Kaca
Wayang golek batik Rahwana |
Wayang golek puteri |
Wayang golek batik ksatria (pengembangan raut)
Wayang golek batik ksatria (pengembangan raut)
Wayang golek klasik Arjuna
Wayang golek klasik Arjuna
Wayang golek klasik Arjuna
Wayang golek cokelat satria
Wayang golek kuno (bandingan raut)
Di pasar (seni) banyak golek
hiasan yang dibuat oleh sekedar pembuat golek, bukan buatan pegolek yang asli.
Pegolek asli, rata-rata tidak mau menurunkan kualitas karya yang menjadi ciri
dan bukti tentang dirinya. Satu contoh, apa yang kerap dilakukan oleh pegolek
M. Duyeh. Pegolek asal Ciguruwik, Cibiru, Kabupaten Bandung, Jawa Barat ini,
selalu menampakkan kualitas karyanya sekalipun hanya untuk golek hiasan.
Golek Batik adalah golek
hiasan. Jenis golek ini tentu bukan untuk digunakan sebagai peraga cerita dalam
pertunjukan wayang golek. Golek batik adalah pelebaran garapan akhir bentuk
wayang golek dengan memasukkan unsur hiasan yang dipinjam dari pola hias teknik
membatik. Ada hal lain yang menandai bentuk golek batik. Wajah
tokoh karakter golek dibuat sedemikian rupa meniru pola bentuk manusia
sebenarnya. Sehingga, jika diperhatikan, golek batik ini lebih banyak
menonjolkan pola wajah tiruan manusia normal dan hiasan berpola batik. Golek batik buatan
M. Duyeh tidak berbeda dengan bentuk golek untuk pertunjukan. Kualitas gerak
boneka ketika digunakan untuk pertunjukan golek sama dengan golek khusus untuk
pertunjukan. Hanya bahan saja yang berbeda. Bahan dasar golek pertunjukan
adalah kayu yang agak berbobot seperti kayu nangka dan lame. Sementara itu,
untuk membuat golek hiasan bahan kayu yang umum digunakan adalah jenis albasia
atau jeungjing. Pewarna hiasan golek menggunakan bahan cat duco, cat kendaraan.
Alasan penggunaan bahan ini adalah masalah kecerahan warna dan kemudahan
penggunaan.
Di samping membuat golek
batik, banyak pula pegolek yang membuat golek cokelat. Jenis golek yang diberi
warna cokelat ini, berdasar cerita M. Duyeh, adalah pengaruh cara garap patung
Bali. Banyak patung Bali yang hanya mengandalkan teknik pewarnaan berbahan
semir. Dari pola pewarnaan itulah muncul peniruan model golek satu warna,
cokelat. Golek hiasan ini sangat lepas dari penanda utama hiasan-hiasan pada
karakter golek. Tidak ada satu bagian hiasanpun yang digarap mengikuti pola
warna yang umum didapatkan dalam hiasan golek.
Pelebaran bentuk lainnya
adalah golek klasik. Jika golek cokelat ditampilkan menggunakan pola pewarnaan
monokrom cokelat, golek klasik adalah bentuk golek yang hanya mengandalkan
warna bahan kayu albasia. Agar bahan kayu tetap aman, digunakanlah bahan
pengawet permukaan kayu yang berwarna bening. Warna putih kayu albasia bisa tetap
tampil utuh sekalipun dilapisi bahan pengawet kayu.
Upaya penggubahan
bentuk-bentuk baru terus dilakukan oleh para pegolek. Sejak dahulu, sumber
perubahan itu bisa datang dari keinginan pegolek, dalang, bahkan pemerintah.
Hingga masa kini, perubahan demi perubahan terus datang silih-berganti. Tetapi,
pada setiap perubahan, ada sesuatu yang tetap mereka ‘hormati’ sebagai pakem
wayang golek. Misalnya, karakter cerita utama (tokoh-tokoh Pandawa dan Kurawa,
keluarga Rama Wijaya dan Rahwana, maupun ciri-ciri utama penanda karakter
termasuk hiasan) tetap dipertahankan secara turun-temurun. Bahkan telah banyak
juga muncul wayang golek dengan cerita lain, seperti cerita Wayang Menak (Amir
Ambyah, Amir Hamzah) dan Wayang Pakuan (cerita Pasundan).
Kecenderungan yang menonjol
pada kondisi pertunjukan wayang masa kini adalah adanya penambahan sejumlah
karakter baru yang lebih banyak digunakan sebagai penarik perhatian penonton
muda. Karakter-karakter cerita tambahan yang --bahkan-- kini seakan menjadi
cerita utama, tetap tidak merusak keberadaan karakter cerita-awal utama.
Perubahan-perubahan tadi terjadi juga dalam lingkup cerita wayang kulit. Yang
kini sangat menonjol dalam pertunjukan wayang kulit adalah menonton wayang
bukan bayangannya
pada kelir, tetapi di belakang dalang, menghadap kelir.
Perubahan tak pernah
berhenti. Sekalipun selama ini ada anggapan bahwa seni tradisi “statis”!