Oleh
Jajang Suryana
Sebuah kondisi umum yang ditemukan dalam gambar anak-anak dengan pola "gunung kembar" adalah 2 bidang 'luas' yang sulit ditaklukan oleh anak-anak. Pola gambar tersebut menyisakan dua ruang bidang gambar yang penggarapannya bisa melelahkan. Seseorang yang ingin mengisi kedua bidang tersebut, harus berpikir "bagaimana mengisi lahan luas di depan penggambar hingga ujung kaki gunung"? Kesadaran bahwa antara gunung dengan penggambar ada 'jarak' yang amat luas, amat jauh, memaksa penggambar harus bersusah payah mengisikan banyak objek dalam dua bagian lahan tadi.
Sebuah pemecahan masalah yang lazim ditemukan adalah, setelah menempatkan jalan lurus atau berkelok (ini bagian pola 'wajib' dalam pola gambar "gunung kembar"), adalah mengisi bidang kiri dengan gambar petak-petak sawah atau tegalan yang berpohon jarang, dan sebelah kanan dengan ruang berair sejenis danau atau laut. Pola ini bisa juga memaksa penggambar untuk mengisi bagian kiri dan kanan dengan tegalan, sementara bagian tengah dengan lahan berair.
Bagi anak-anak sekolah TK dan SD kelas rendah, kondisi itu tidak terlalu memberatkan. Bagi mereka, isi tegalan bisa berupa satu rumah, satu pohon besar (pohon kayu atau kelapa), satu orang, dan satu vas bunga. Bagi mereka isi tegalan yang luas itu cukup dengan objek-objek tadi. Tetapi bagi anak-anak kelas 5 dan 6 SD misalnya, apalagi remaja SMP dan SMA, mereka dibebani oleh 'keharusan' mengisi ruang dengan objek gambar yang "rasional". Beban inilah yang kerap dikeluhkan oleh anak-anak dan remaja yang sejak awal hanya bisa menggambar mengikuti pola "gunung kembar".
Anak-anak yang pola berpikir ruangnya telah mengikuti pola pikir teori gambar perspektif, di antaranya bisa mengatasi beberapa kendala pola gambar "gunung kembar" itu. Misalnya, mereka menemukan bahwa objek yang dekat dengan penggambar ukurannya lebih besar, sehingga bisa menutup sebagian ruang gambar. Sementara gambar objek lainnya yang jauh dari penggambar, dibuat dengan ukuran lebih kecil, dan sebagian terhalang objek yang lebih dekat posisinya. Objek disusun bersaf saling menghalangi. Ada juga yang menemukan cara "perebahan" yang khas. Contohnya, ketika ada gambar objek jalan yang telah dibuat, maka gambar pohon, tiang listrik, rumah, atau objek lainnya direbahkan ke arah sisi jalan yang berbeda: ke kiri dan ke kanan. Gambar kendaran bisa digambarkan rebah ke arah kiri atau ke kanan. Dan yang lebih unik, ketika ada gambar sebuah lapangan atau kolam dengan dasar gambar segi empat, objek-objek akan digambarkan rebah keempat arah sisi bentuk sebi empat objek. Namun kebanyakan anak dan remaja mengalami kesulitan karena mereka menggunakan pola gambar perspektif burung: semua objek digambar dengan posisi penggambar dari arah atas.
Satu pola lagi yang kerap ditemukan sebagai bentuk penaklukan ruangan perspektifis pada anak dan remaja adalah pola susun yang biasa digunakan dalam lukisan tradisional. Objek disusun berderet ke arah bidang atas. Objek yang jauh ditempatkan lebih di atas.
Yang perlu mendapat perhatian guru dan orang tua adalah beban berat yang dihadapi anak-anak ketika mereka telah sangat kuat terikat pola gambar "gunung kembar". Anak-anak menghadapi bidang gambar yang harus diisi begitu banyak objek (tuntutan rasio), sementara mereka memiliki keterbatasan imajinasi. Jalan keluar menghadapi permasalahan itu adalah mengenalkan pola perspektif objek, bahwa benda-benda yang ada di alam tidak berposisi sama semuanya. Objek-objek selalu menempati ruang yang berbeda (:contohkan dengan melihat benda-benda sebenarnya di alam). Menggambar alam, sebaiknya melihat langsung alamnya. Menggambar menggunakan imajinasi semata kerap berbentrokan dengan pertimbangan rasio. Pertimbangan rasio itulah yang sering membebani anak-anak dan remaja. Apalagi jika beban itu ditambah oleh pertanyaan dan pernyataan guru atau orang tua: "Kok gambarnya begitu? Mengapa tidak begini dan begitu?"!
Sebuah pemecahan masalah yang lazim ditemukan adalah, setelah menempatkan jalan lurus atau berkelok (ini bagian pola 'wajib' dalam pola gambar "gunung kembar"), adalah mengisi bidang kiri dengan gambar petak-petak sawah atau tegalan yang berpohon jarang, dan sebelah kanan dengan ruang berair sejenis danau atau laut. Pola ini bisa juga memaksa penggambar untuk mengisi bagian kiri dan kanan dengan tegalan, sementara bagian tengah dengan lahan berair.
Bagi anak-anak sekolah TK dan SD kelas rendah, kondisi itu tidak terlalu memberatkan. Bagi mereka, isi tegalan bisa berupa satu rumah, satu pohon besar (pohon kayu atau kelapa), satu orang, dan satu vas bunga. Bagi mereka isi tegalan yang luas itu cukup dengan objek-objek tadi. Tetapi bagi anak-anak kelas 5 dan 6 SD misalnya, apalagi remaja SMP dan SMA, mereka dibebani oleh 'keharusan' mengisi ruang dengan objek gambar yang "rasional". Beban inilah yang kerap dikeluhkan oleh anak-anak dan remaja yang sejak awal hanya bisa menggambar mengikuti pola "gunung kembar".
Anak-anak yang pola berpikir ruangnya telah mengikuti pola pikir teori gambar perspektif, di antaranya bisa mengatasi beberapa kendala pola gambar "gunung kembar" itu. Misalnya, mereka menemukan bahwa objek yang dekat dengan penggambar ukurannya lebih besar, sehingga bisa menutup sebagian ruang gambar. Sementara gambar objek lainnya yang jauh dari penggambar, dibuat dengan ukuran lebih kecil, dan sebagian terhalang objek yang lebih dekat posisinya. Objek disusun bersaf saling menghalangi. Ada juga yang menemukan cara "perebahan" yang khas. Contohnya, ketika ada gambar objek jalan yang telah dibuat, maka gambar pohon, tiang listrik, rumah, atau objek lainnya direbahkan ke arah sisi jalan yang berbeda: ke kiri dan ke kanan. Gambar kendaran bisa digambarkan rebah ke arah kiri atau ke kanan. Dan yang lebih unik, ketika ada gambar sebuah lapangan atau kolam dengan dasar gambar segi empat, objek-objek akan digambarkan rebah keempat arah sisi bentuk sebi empat objek. Namun kebanyakan anak dan remaja mengalami kesulitan karena mereka menggunakan pola gambar perspektif burung: semua objek digambar dengan posisi penggambar dari arah atas.
Satu pola lagi yang kerap ditemukan sebagai bentuk penaklukan ruangan perspektifis pada anak dan remaja adalah pola susun yang biasa digunakan dalam lukisan tradisional. Objek disusun berderet ke arah bidang atas. Objek yang jauh ditempatkan lebih di atas.
Yang perlu mendapat perhatian guru dan orang tua adalah beban berat yang dihadapi anak-anak ketika mereka telah sangat kuat terikat pola gambar "gunung kembar". Anak-anak menghadapi bidang gambar yang harus diisi begitu banyak objek (tuntutan rasio), sementara mereka memiliki keterbatasan imajinasi. Jalan keluar menghadapi permasalahan itu adalah mengenalkan pola perspektif objek, bahwa benda-benda yang ada di alam tidak berposisi sama semuanya. Objek-objek selalu menempati ruang yang berbeda (:contohkan dengan melihat benda-benda sebenarnya di alam). Menggambar alam, sebaiknya melihat langsung alamnya. Menggambar menggunakan imajinasi semata kerap berbentrokan dengan pertimbangan rasio. Pertimbangan rasio itulah yang sering membebani anak-anak dan remaja. Apalagi jika beban itu ditambah oleh pertanyaan dan pernyataan guru atau orang tua: "Kok gambarnya begitu? Mengapa tidak begini dan begitu?"!
Tegalan yang luas, dalam pola gambar "gunung kembar", menjadi beban tersendiri bagi anak-anak
yang telah 'dikuasai' pertimbangan rasionya
Bagian lahan berair menjadi pilihan yang dianggap 'aman' untuk mengisi ruang gambar yang luas, di samping tegalan yang tak rimbun
Gambar jalan dalam pola gambar "gunung kembar" seolah menjadi objek 'wajib'. Anak-anak tertentu menggarap penggambaran gunung menjadi lebih beragam dari pola dasar yang telah mereka dapatkan
Pola gambar perspektif burung, penggambar berada di posisi atas, menyebabkan lahan gambar yang
semakin luas, semakin berat beban keharusan dalam mengisi lahan luas tersebut
Objek yang dekat dengan penggambar telah direkam secara benar (menurut rasio), sementara objek lainnya
masih diposisikan sesuai dengan imajinasi penggambar
Petak-petak sawah dan vas bunga menjadi sangat penting dalam gambar ini, sehingga ukurannya (secara rasio) lebih besar daripada objek lainnya, objek rumah misalnya
Kesadaran perspektif mulai tampak lebih dominan dalam gambar ini. Objek-objek mulai ditempatkan
'sesuai dengan posisinya'. Tetapi, beban tegalan masih menjadi beban yang jug dominan
Meniru lingkungan, paling tidak meniru gambar hasil karya orang dewasa, telah mengubah
bebarapa bagian gambar yang dibuat oleh anak-anak
Pola perebahan objek gambar mengikuti arah bidang gambar, misalnya jalan, di sini kentara sekali, terutama
dalam penggambaran kendaraan dan sebagian pohon yang ada di pinggir jalan. Imajinasi penggambar,
dalam gambar ini, sangat dominan dibanding rasionya
Semua gambar direproduksi menggunakan kamera HP Sony Ericsson K850i
memang anak-anak SD cenderung menggambar gunung kembar bahkan saya pun pernah mengalaminya. Sepertinya gambar gunung kembar di budayakan oleh pendamping anak dalam belajar yang selalu memberi contoh di depan kelas.kalau di pikir- pikir, menggambar apakah harus dengan keadaan alam yang sebenarnya ataukah menggambar dengan imajinasi anak apa yang pernah mereka liat secara visual?? mana yang lebih kreatif?saya setuju kalau menggambar akan menjadi beban apalagi kalau anak di paksa menggambar sesuai dengan realita yang mereka liat.kebebasan dalam berkarya anak untuk bisa mengungkapkan apa yang mereka alami dan lihat menjadi suatu karya yang mengalami perkembangan berpikir.artikel yang menarik.terima kasih
ReplyDeleteKenapa anak anak cenderung menggambar gunung kembar bkannya dengan objek lainnya..
ReplyDeleteItu mungkin disebabkan karna dorongan dari gurunya untuk membuat objek seperti itu...
Cba saja kalau gurunya menyarankan muridnya untuk menggambar hal hal tg dsukainya, munkin akan lebih menarik. Kebanyakan hal yg dipikirkan guru hanya menyuruh anak didiknya untuk menggambar pemandangan... Jadi yg terlintas dipikiran muridnya hanya gunung kembar. Saya juga pernah mengalami itu sewaktu SD, dan saya bertanya kpada guru saya sewaktu ujian menggambar, Apa boleh menggambar selain pemandangan...?
Lalu guru menjawab "tidak boleh" karna itu merupakan soal dari ujian yg sudah ditentukan...
Tpi sekarang saya berfikir lain..!!
Kalau kreatifitas dan ide dibatasi, maka akan sulit untuk berkembang...
Mungkin itu bisa menjadi masukan....
Trims.
Nama: Kadek Jefri Wibowo
Nim: 1012031029
Kls : B
gambaran diatas sudah bagus....cuma perlu pengembangan saja...sebaiknya para guru seni rupa mengajarkan bagaimana cara membuat gambar yang tepat sehingga hasilnya lebih efesien dan memuaskan. Terimakasih
ReplyDeleteMade Sudiksa
1012031022
Semester II
memang benar anak harus berpikir "bagaimana mengisi lahan luas di depan penggambar hingga ujung kaki gunung.selain itu juga anak belum mengerti masalah maksud gambar bebas ,terutama anak usia 5-8 tahun.. dan selalu bertanya apakah boleh di isi gunung? rumah? dan seterusnya......
ReplyDeletedalam kgitan mnggambar bebas yg dibrikan kpada siswa untuk mnggambar trkdang anak mlah bingung ktika dminta mnggmbar bebas dn smua siswa hmpir mnggmbar pmandangan ....
ReplyDeletesbenarnya apa yg mnyebab kn ktika mnggmbar bebas siswa malah mnggmbar pmandangan,,???
trim's
i gede putu bayu intaran 1012031019 A
Maaf bapak,,saya Mahasiswa Universitas Negeri Malang, UM.
ReplyDeletesaya ada dijurusan Seni dan desain,prodi Seni rupa, dan mengambil minat pada bidang pendidikan seni SD,,sya tertarik dg gambar2 berpola seperti ini, apa saya boleh bertanya identitas karya-karya tersebut? jika berkenan apa sya boleh minta kontak bapak? trimakasih
FRANGKY KURNIAWAN
@Panca, Jefri, Sudiksa, Arry, Bayu, dan Frangky, terima kasih atas kunjungan Anda. Kontak lewat e-mail saja: jesuryana@gmail.com. Ma'af rada terlambat membalas.
ReplyDelete