Tuesday, 26 January 2010

LELAKI DI ANTARA PEREMPUAN-PEREMPUAN JEIHAN

Oleh 
Jajang Suryana




Ketika seseorang menyebut Jeihan Sukmantoro, yang terbayang adalah lukisan-lukisan dengan objek perempuan yang khas. Kekhasan tokoh perempuan dalam lukisan Jeihan adalah para perempuan dengan mata misteri, mata tertutup. Jeihan sangat suka melukis tokoh perempuan, tak memandang siapa tokoh yang dilukisnya. Dari jejak karyanya, ada gadis desa, ada euceu-euceu (mbak-mbak) yang ‘setengah matang’, bahkan mbok-mbok yang sudah ‘kelewat matang’. Periksa saja, ada Mumum (140 x 140 cm), Anna (140 x 140 cm), Setamani (190 x 200 cm), Mimi Rasinah, dan banyak lagi.
Ada joke yang dibicarakan orang tentang permintaan seseorang agar Jeihan mau melukis tokoh perempuannya dengan mata terbuka, mata normal. Tak ada jawaban karya dari Jeihan. Para perempuan dalam bingkai lukisannya tetap memejamkan mata. Dalam posisi dan kondisi apa pun, para perempuan itu tetap dilukis dengan mata tertutup. Atau lebih tepatnya, bermata (warna) gelap tanpa bentuk biji mata. Ada yang menyebutnya dengan mata mbeling. Misalnya seperti mata perempuan dalam tokoh film X-Man, Storm. Jika mata Storm putih, mata perempuan-perempuan Jeihan adalah hitam, atau hitam kebiruan. Ada yang digambarkan bermain seruling, yang bermain biola, yang sekadar bergaya, dan kini ada yang dilukis berkelompok. Periksa Dua Sahabat (140 x 200 cm), Yang Tiga (200 x 200 cm), atau kelompok perempuan yang sedang menari dan bermain musik. Lukisan perempuan berkelompok ini, juga merupakan tema baru yang berbeda dari kebanyak tema lukisan Jeihan sebelumnya.    
Ada yang lebih baru, yang menandai pameran Between Techiniques and Instinctive Framing: 9 Windu Jeihan, di Bentara Budaya Bali. Pameran yang diselenggarakan dari 27 Desember 2009 hingga 17 Januari 2010 itu memamerkan karya Jeihan Sukmantoro yang tampilannya banyak berbeda. Dalam lukisan-lukisan yang dipamerkan, ada sejumlah lukisan dengan tokoh laki-laki. Misalnya, Ujang (190 x 225 cm).
Lukisan laki-laki karya Jeihan tampil masih tetap dalam ciri khas jejak pulasan kuas besar yang ekspresif. Karena gaya laki-laki --mungkin-- agak terbatas, maka gerak tokoh laki-laki karya Jeihan tidak sedinamis gerak tokoh lukisan dengan objek perempuan. Unsur-unsur yang melengkapi komposisi, mislanya gerak tangan, untaian rambut, cara duduk, cara menghadap, adalah kemungkinan-kemungkinan yang bisa diolah sebagai pola komposisi tokohnya. Tetapi, ketika tokoh lelaki yang dilukis, pola itu menjadi hilang. Gaya bersedekap, duduk tegak, atau hanya gaya lukisan potret wajah, menjadi pola tampilan tokoh-tokoh lelaki yang dilukis oleh Jeihan.
Kehadiran model lelaki dalam lukisan Jeihan, tentu, menjadi catatan khusus. Jeihan berusaha menepis rutinitas pola penggambaran. Ketika semua objek lukisannya adalah seorang perempuan, Jeihan mencoba mengubah-ubah posisi tubuh para model yang dilengkapi dengan perubahan-perubahan posisi tangannya. Komposisi yang baik bisa didapatkan dengan cara seperti itu. Begitupun ketika Jeihan menggarap model-model yang terdiri atas dua atau tiga orang, Jeihan bisa menemukan keluwesan gaya modelnya. Tetapi, ketika model lelaki yang dilukis, seorang lelaki tidak biasa bergaya tubuh seperti perempuan. Gerakan menjadi ‘sempit’ mengikukti ketidakbiasaan gerak tersebut, bersedekap, duduk, atau duduk mengangkat kaki yang dalam penggambarannya menjadi agak aneh.
Jeihan Sukmantoro, lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 72 tahun yang lalu, adalah seorang pelukis yang fenomenal. Pada masanya, Jeihan pernah menjadi pelukis yang ramai menjadi bahan berita. Dan, pada masa kini, ketika banyak pelukis muda yang juga terkenal pada masanya, Jeihan masih tetap bisa hadir sebagai pelukis produktif. Sementara pelukis lain seangkatannya banyak yang telah hilang dari pemberitaan.  




Mata perempuan dalam lukisan Jeihan selalu tampak 'tertutup', menunjukkan mata yang 'mbleing'



Perempuan-perempuan dalam lukisan Jeihan lebih dinamis dalam gerak 



Perempuan yang bermain musik menjadi salah satu inspirasi lukisan bagi Jeihan 



Model perempuan dalan lukisan Jeihan dinamis dalam berbagai gaya



Model penari, penyanyi, dan pesinetron, Ayu Laksmi dari Buleleng



Gaya yang 'aneh'



Bersedekap adalah gaya model lelaki dalam lukisan Jeihan



Jeihan juga melukis perempuan-perempuan dalam kelompok



Gaya perempuan-perempuan modis sangat pas ditangkap oleh Jeihan



Gaya perempuan yang lugu, yang banyak ditemukan dalam pola lukisan model perempuan karya Jeihan



Suasana di ruang pameran Bentara Budaya Bali



Gedung Bentara Budaya Bali


Semua gambar dibuat menggunakan kamera Sony Ericsson K850i




Tuesday, 5 January 2010

FENOMENA BERJUALAN DENGAN ANAK-ANAK

Oleh
JAJANG SURYANA


Pengantar
Tulisan ini saya susun tahun 1997. Isinya, mungkin bisa berbeda dengan kondisi masa kini, atau sama saja, saya belum memeriksa ulang di lapangan. Yang jelas, tulisan ini saya posting lagi untuk melengkapi informasi tentang komik dan pendidikan anak. Saya ingin melanjutkan penelaahannya pada kondisi masa kini, tapi hingga kini belum sempat. Jadi, apapun yang Anda baca dan Anda nilai tentang tulisan ini, mudah-mudahan bisa menjadi inspirasi-lanjut dalam melihat dan membahas kondisi seni rupa anak-anak Indonesia.




Membudayakan kegiatan membaca tampaknya mulai menjadi kebijakan para pengusaha. Gejala baru yang perlu dipandang secara positif, terutama oleh para pendidik. Perusahaan makanan dan minuman mulai merambah dunia majalah, terutama majalah anak-anak. Melalui komik mereka membuka wawasan, menawarkan pesan, mengaduk imajinasi anak, dan menjajakan produk.
Tahun 70-an, anak-anak Indonesia mengenal empat kelompok tokoh jagoan dalam komik. Kelompok pertama, jagoan pewayangan. Jagoan pewayangan ini, di antaranya disuguhkan oleh dua pekomik wayang:  R.A. Kosasih dan S. Ardisoma. Komik jenis ini, selain disukai oleh anak-anak juga diminati oleh pembaca dewasa. Kelompok kedua jagoan dunia jawara, dunia persilatan. Misalnya, tokoh Si Buta Dari Gua Hantu, Si Jampang, dan Panji Tengkorak yang berlatar cerita kehidupan desa. Di samping itu ada juga komik silat yang isi ceritanya diramu dengan dunia siluman dan para mambang, seperti yang banyak digarap Teguh Santosa dan Yan Mintaraga.
Kelompok ketiga, jagoan dari dunia "primitif" pengaruh cerita Tarzan. Seperti tokoh Waro, misalnya. Keakraban manusia dengan alam, terutama binatang, menjadi unsur yang menarik dalam cerita-cerita model ini. Kelompok keempat jagoan-jagoan yang bersentuhan dengan teknologi modern, alam angkasa, dan kesaktian yang menyertakan kemampuan mengubah wujud. Komik ini pada dasarnya lahir setelah generasi Flash Gordon, kemudian disusul Superman, Batman, dan Spiderman. Di Indonesia muncul tokoh-tokoh seperti Godam, Kapten Mar, Laba-Laba Merah, Kawa Hijau, Gundala, Maza, Pangeran Mlaar, Santini, sampai jagoan kecil seperti Kalong.
Tampaknya, sejak tahun 90-an, setelah jagoan ciptaan komikus Indonesia "tertidur", anak-anak Indonesia lebih banyak lagi memiliki tokoh jagoan. Maraknya acara teve, terutama setelah munculnya beberapa teve swasta dan kebolehan menggunakan antena parabola, membawa anak-anak kita kepada dunia penuh jagoan. Jagoan manusiawi, jagoan roboti, jagoan dewani, juga jagoan hewani (tokoh binatang yang jago), menjadi pilihan penikmatan anak-anak kita. Mereka terlena dengan aneka kegagahan, kepintaran, dan kesaktian para jagoan import ini.
Pada keadaan selanjutnya, komik-komik yang kemudian diterbitkan bersamaan dengan jenis-jenis film kartun, yang menggambarkan keindahan alam, kemanisan persahabatan antarbinatang dan antara binatang dengan manusia, kelucuan polah aneka binatang hutan yang menjadi ciri khas garapan kelompok Walt Disney, yang pernah mendominasi dunia kartun di Indonesia, kini sudah agak jarang ditampilkan di teve kita. Begitu pun pada komik-komik yang beredar di Book Store, kini lebih banyak berisi cerita jagoan yang lebih keras, kadang juga lebih kejam dibanding film yang dilakonkan oleh manusia. Bisa kita perhatikan ketika anak-anak menonton film kartun para jagoan masa kini, mereka tanpa beban berteriak: "Ya ... mati kamu!"  Kekerasan, kekasaran, kerusakan, bahkan kematian tokoh cerita, terutama tokoh jahat, sudah menjadi "keharusan, kewajaran". Bahkan, dalam cerita-cerita yang dikemas pada program pemainan komputer, bisa kita temukan perilaku tokoh yang lebih kejam seperti pada cerita Mortal Combat.


FENOMENA BARU


"Joni dan Mimi terus berjalan tapi tanpa disadari mereka malah makin jauh tersesat.
 'Istirahat dulu Jon ... Aku capai dan haus ...'
 'Untung aku bawa Vidoran Multivitamin minumlah agar kondisimu lebih stabil'
 'Daripada makin sulit cari jalan keluar ayo kita gunakan ini ...'
 'Setuju ..!!'
... Akibatnya makin fatal ... Joni Kukuh dan Mimi malah terpental ke jaman lain ...
Bezz" (Bobo, Tahun Ke XXII, Tgl. 26 Januari 1995: hal. 9).


Itulah sepenggal cerita jagoan baru yang dilatari kehebatan sebuah produk multivitamin untuk anak-anak. Dengan selalu menelan butiran Vidoran, Joni Kukuh bisa memiliki kekuatan hebat. Bahkan V-man (Vidoran man) jagoan teman Joni Kukuh, pun selalu rajin meminum produk tersebut. Hal yang sama digambarkan dalam cerita Milo Kid (diilhami Karate Kid?). Milo Kid, sang jagoan, bisa menjadi jagoan karena rajin meminum Milo. Misalnya, pada satu penggal cerita (Bobo, Tahun Ke XXIII. Tgl. 12 Oktober 1995, hal.: 53), ketika Milo Kid berhasil mengalahkan seorang pencoleng "Si Bayangan". Si Bayangan bertanya: "Dik, kau hebat! Apa rahasianya?" Dijawab oleh Milo Kid: "Giat berlatih, selalu minum Milo, dan makan Koko Krunch". Kini, Milo Kid lebih banyak digarap dengan unsur cerita olah raga.  
Di samping yang menggambarkan kejagoan, ada juga cerita komik yang menggambarkan tokoh piawai dalam menyelesaikan masalah, cergas, bijak, dan rajin belajar. Misalnya, tokoh Freddy dari Dunkin' Donuts (komik) dan Nana dari Frisian Flag Instant (cergam). Ada juga yang menyertakan tokoh trade mark produk yang "dimanusiakan", seperti tokoh Calfred (ayam goreng California), Dancow (susu Dancow), Si Nyam-Nyam Harimau (biskuit-batang colek Nyam-Nyam), Koko  Koala (susu sereal Koko Krunch), dan Prince (biskuit).
Produsen Dancow tampaknya lebih berani menampilkan bahan pengetahuan bagi pembaca, sebanyak dua halaman, seperti juga pernah ditampilkan produsen Frisian Flag Susu & Sereal dan KIKO.  Materi bacaan cukup beragam. Selain tampil dalam cerita yang bersifat pengetahuan, kadang-kadang Dancow juga menambah tampilannya dalam bentuk komik secara bersamaan (seperti pada Bobo, Tahun XXIV, Tgl. 13 Oktober 1996, hal. 34-35 dan 52). Hingga tahun 1997 ini, tampaknya hanya produsen Dancow inilah yang tetap berani menampilkan aneka cerita berbau ilmu pengetahuan secara terus menerus dalam Majalah Bobo. Bahkan kini, pemroduk susu ini, kembali menunjukkan perhatian-lebihnya terhadap penyediaan cerita anak (mengindonesia) melalui bonus komik kepada para pembeli.
PT Kinosentra Indrustrindo, pemroduk permen, menghadiahkan  komik mini sebagai bonus pada setiap kemasan permen yang dijualnya. Komik mini dengan cerita Scooby Doo dipilihnya sebagai hadiah. Tahun 2000 awal, Penerbit Mizan dengan Divisi Komik Mizan menerbitkan komik mini sejenis yang disebarluaskan sebagai hadiah permen oleh perusahaan permen yang sama. Ceritanya digarap oleh pekomik lokal, yaitu mengambil pokok cerita 1001 Malam, seperti Aladdin, Abu Nawas, Ali Baba, dan Sinbad si Pelaut, dengan pola cerita dagelan ala anak muda masa kini.  
Pada kenyataannya, kecenderungan ini bisa dianggap memuat sumbangan positif dan negatif. Sumbangan yang positif yaitu mendorong anak supaya senang membaca. Bahan bacaan, seperti telah disebutkan, lumayan banyak yang bernilai pengetahuan umum praktis. Hal negatif yang boleh jadi berpengaruh juga kepada anak, keinginan membeli setiap dagangan yang ditawarkan. Mungkin karena ingin menjadi "jagoan". Mungkin juga karena ada embel-embel hadiah yang beraneka macam.
IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) mulai tahun ini (1997) memberikan penghargaan Adi Karya untuk buku anak-anak terbaik (Gatra, No. 33 TAHUN III, 5 Juli 1997: 124). Sebuah upaya menghargai karya masyarakat buku dalam negeri telah dimulai. Tampaknya, melalui cara penghargaan tersebut, diharapkan keberadaan buku-buku cerita produk dalam negeri bisa terdongkrak, bisa bersaing dengan produk luar yang kini semakin menggelombang. Tetapi, kalau para penerbit masih setengah-setengah dalam menyikapi hal ini, terutama lebih mematok pertimbangan untung-rugi fisik, keberadaan buku cerita yang menasional masih tetap sulit terangkat. Di samping itu, kualitas garapan karya para penulis cerita maupun para pekomik dalam negeri, masih perlu peningkatan.
Keindahan alam, keindahan nilai sebuah persahabatan, keindahan perjuangan dalam aneka cerita keluaran Walt Disney, misalnya, meskipun berlatar belakang cerita dunia lain, bisa mengasah rasa cinta para pembaca. Lebih hidup lagi kalau cerita itu kita nikmati dalam cerita animasi kartunnya. Tetapi, cerita hasil para pengarang kita? Rasanya belum ada yang peduli dengan model penceritaan yang lebih mementingkan pembinaan rasa tersebut. Beberapa film animasi kartun Jepang yang kini kerap diputar di teve-teve swasta, menampakkan konsep penceritaan yang melibatkan emosi penuh penontonnya. Gaya penceritaan tersebut, misalnya saja, tampak pada cerita The Kicker, Virtua Fighter,dan Kungfu Boy.
Lingkungan anak-anak kini telah banyak berubah. Dunia bermain mereka adalah dunia cerita para jagoan. Merebaknya acara teve ke desa-desa, sejalan dengan meningkatnya tanda kemakmuran dan kemampuan daya beli masyarakat Indonesia pada umumnya, telah mengubah begitu banyak lingkungan anak kita. Dulu, ketika teve dan radio masih berupa barang mewah dan langka, anak-anak masih bisa merasakan perubahan alam. Rembulan yang purnama masih bisa dinikmati, bahkan ditunggu-tunggu, untuk melengkapi kebahagiaan bermain di lingkungan rumah. Musim panen di lingkungan persawahan selalu dinanti untuk bermain layang-layang sepuasnya. Keakraban anak-anak dengan lingkungan alam kini telah dibatasi dinding rumah. Pada siang hari, anak sulit menemukan lahan bermain yang bebas dan aman. Pada malam hari, anak-anak lebih banyak menongkrongi acara teve. Keakraban anak dengan alam tinggal dongeng dalam buku-buku. Itu pun telah disusupi aneka pesan sponsor lewat para jagoan ciptaan baru. Boleh dikatakan, kini, dunia anak adalah dunia para jagoan: jago belanja dan jago tawuran?***






Saturday, 2 January 2010

BEBAN DALAM POLA GAMBAR GUNUNG KEMBAR

Oleh
Jajang Suryana


Sebuah kondisi umum yang ditemukan dalam gambar anak-anak dengan pola "gunung kembar" adalah 2 bidang 'luas' yang sulit ditaklukan oleh anak-anak. Pola gambar tersebut menyisakan dua ruang bidang gambar yang penggarapannya bisa melelahkan. Seseorang yang ingin mengisi kedua bidang tersebut, harus berpikir "bagaimana mengisi lahan luas di depan penggambar hingga ujung kaki gunung"? Kesadaran bahwa antara gunung dengan penggambar ada 'jarak' yang amat luas, amat jauh, memaksa penggambar harus bersusah payah mengisikan banyak objek dalam dua bagian lahan tadi. 


Sebuah pemecahan masalah yang lazim ditemukan adalah, setelah menempatkan jalan lurus atau berkelok (ini bagian pola 'wajib' dalam pola gambar "gunung kembar"), adalah mengisi bidang kiri dengan gambar petak-petak sawah atau tegalan yang berpohon jarang, dan sebelah kanan dengan ruang berair sejenis danau atau laut. Pola ini bisa juga memaksa penggambar untuk mengisi bagian kiri dan kanan dengan tegalan, sementara bagian tengah dengan lahan berair. 


Bagi anak-anak sekolah TK dan SD kelas rendah, kondisi itu tidak terlalu memberatkan. Bagi mereka, isi tegalan bisa berupa satu rumah, satu pohon besar (pohon kayu atau kelapa), satu orang, dan satu vas bunga. Bagi mereka isi tegalan yang luas itu cukup dengan objek-objek tadi. Tetapi bagi anak-anak kelas 5 dan 6 SD misalnya, apalagi remaja SMP dan SMA, mereka dibebani oleh 'keharusan' mengisi ruang dengan objek gambar yang "rasional". Beban inilah yang kerap dikeluhkan oleh anak-anak dan remaja yang sejak awal hanya bisa menggambar mengikuti pola "gunung kembar".


Anak-anak yang pola berpikir ruangnya telah mengikuti pola pikir teori gambar perspektif, di antaranya bisa mengatasi beberapa kendala pola gambar "gunung kembar" itu. Misalnya, mereka menemukan bahwa objek yang dekat dengan penggambar ukurannya lebih besar, sehingga bisa menutup sebagian ruang gambar. Sementara gambar objek lainnya yang jauh dari penggambar, dibuat dengan ukuran lebih kecil, dan sebagian terhalang objek yang lebih dekat posisinya. Objek disusun bersaf saling menghalangi. Ada juga yang menemukan cara "perebahan" yang khas. Contohnya, ketika ada gambar objek jalan yang telah dibuat, maka gambar pohon, tiang listrik, rumah, atau objek lainnya direbahkan ke arah sisi jalan yang berbeda: ke kiri dan ke kanan. Gambar kendaran bisa digambarkan rebah ke arah kiri atau ke kanan. Dan yang lebih unik, ketika ada gambar sebuah lapangan atau kolam dengan dasar gambar segi empat, objek-objek akan digambarkan rebah keempat arah sisi bentuk sebi empat objek. Namun kebanyakan anak dan remaja mengalami kesulitan karena mereka menggunakan pola gambar perspektif burung: semua objek digambar dengan posisi penggambar dari arah atas. 


Satu pola lagi yang kerap ditemukan sebagai bentuk penaklukan ruangan perspektifis pada anak dan remaja adalah pola susun yang biasa digunakan dalam lukisan tradisional. Objek disusun berderet ke arah bidang atas. Objek yang jauh ditempatkan lebih di atas.


Yang perlu mendapat perhatian guru dan orang tua adalah beban berat yang dihadapi anak-anak ketika mereka telah sangat kuat terikat pola gambar "gunung kembar". Anak-anak menghadapi bidang gambar yang harus diisi begitu banyak objek (tuntutan rasio), sementara mereka memiliki keterbatasan imajinasi. Jalan keluar menghadapi permasalahan itu adalah mengenalkan pola perspektif objek, bahwa benda-benda yang ada di alam tidak berposisi sama semuanya. Objek-objek selalu menempati ruang yang berbeda (:contohkan dengan melihat benda-benda sebenarnya di alam). Menggambar alam, sebaiknya melihat langsung alamnya. Menggambar menggunakan imajinasi semata kerap berbentrokan dengan pertimbangan rasio. Pertimbangan rasio itulah yang sering membebani anak-anak dan remaja. Apalagi jika beban itu ditambah oleh pertanyaan dan pernyataan guru atau orang tua: "Kok gambarnya begitu? Mengapa tidak begini dan begitu?"!





Tegalan yang luas, dalam pola gambar "gunung kembar", menjadi beban tersendiri bagi anak-anak
yang telah 'dikuasai' pertimbangan rasionya


Bagian lahan berair menjadi pilihan yang dianggap 'aman' untuk mengisi ruang gambar yang luas, di samping tegalan yang tak rimbun


Gambar jalan dalam pola gambar "gunung kembar" seolah menjadi objek 'wajib'. Anak-anak tertentu menggarap penggambaran gunung menjadi lebih beragam dari pola dasar yang telah mereka dapatkan


Pola gambar perspektif burung, penggambar berada di posisi atas, menyebabkan lahan gambar yang
semakin luas, semakin berat beban keharusan dalam mengisi lahan luas tersebut
 
Objek yang dekat dengan penggambar telah direkam secara benar (menurut rasio), sementara objek lainnya
masih diposisikan sesuai dengan imajinasi penggambar


Petak-petak sawah dan vas bunga menjadi sangat penting dalam gambar ini, sehingga ukurannya (secara rasio) lebih besar daripada objek lainnya, objek rumah misalnya


Kesadaran perspektif mulai tampak lebih dominan dalam gambar ini. Objek-objek mulai ditempatkan
'sesuai dengan posisinya'. Tetapi, beban tegalan masih menjadi beban yang jug dominan
 
Meniru lingkungan, paling tidak meniru gambar hasil karya orang dewasa, telah mengubah
bebarapa bagian gambar yang dibuat oleh anak-anak


Pola perebahan objek gambar mengikuti arah bidang gambar, misalnya jalan, di sini kentara sekali, terutama
dalam penggambaran kendaraan dan sebagian pohon yang ada di pinggir jalan. Imajinasi penggambar,
dalam gambar ini, sangat dominan dibanding rasionya


Semua gambar direproduksi menggunakan kamera HP Sony Ericsson K850i