Friday, 7 June 2013

"MENGHIDUPKAN" KAMBOJA KENANGAN

Oleh Jajang Suryana

Ada kenangan yang tak terlupakan tentang kegiatan kemahasiswaaan di FKIP UNUD Singaraja, kini FBS UNDIKSHA. Sejak tahun 1984, ketika pertama saya berkunjung ke lokasi fakultas ini, kegiatan mahasiswa selalu dipusatkan di lapangan tengah Kampus Bawah. Nama Kampus Bawah kini terus dipertahankan, sekalipun nama fakultas telah berubah dan status perguruan tinggi pun berubah beberapa kali. Kegiatan di Kampus Bawah selalu terkait dengan sebatang pohon kamboja besar yang --memang-- tumbuh di depan panggung terbuka. Pohon itu menjadi naungan bagi penonton, jika tontonan dilaksanakan siang hari. Pohon tersebut, entah sejak kapan mulai ditanam, hingga tahun 2010 masih hidup. Sementara itu, pohon-pohon lainnya yang ada di lapangan Kampus Bawah, semuanya telah ditebangi. Dan, ketika kampus dibangun kembali, pohon kamboja kenangan itu mati kering karena tanah tempat tumbuhnya, tak bisa dihindari, dikotori oleh cairan-cairan bekas olah semen.

Banyak yang menyayangkan kematian pohon kamboja kenangan. Tapi, itulah ketentuan Yang Memiliki Hidup. Kamboja, tentu, tak memiliki kekhususan, keunikan, ataupun keistimewaan. Yang unik adalah para mahasiswa sekaligus juga dosen yang kerap harus memanfaatkan pohon tersebut sebagai bagian dari kegiatan pertunjukan. Jadilah kamboja itu sebagai pohon kenangan. Rata-rata alumni FBS-Undiksha selalu bertanya, "masih ada pohon kambojanya?".

Panggung dengan latar belakang kamboja selalu menjadi kenangan 
pada setiap pertunjukan kesenian di Kampus Bawah

Pohon kamboja selalu menjadi bagian latar panggung pertunjukan

Pembangunan kembali gedung Kampus Bawah adalah hal biasa, bahkan harus. Sejak berdiri sebagai Gedung Keuangan, kemudian berubah status menjadi gedung FKIP UNUD, berubah lagi menjadi gedung Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, dan terakhir menjadi gedung FBS UNDIKSHA, telah tiga kali dilakukan perubahan besar. Perubahan yang terakhir adalah perubahan total yang hampir menghilangkan semua bagian bangunan yang ada sebelumnya. Wantilan sebagai tempat pertunjukan, pengganti panggung terbuka dan pohon kamboja adalah bagian kenangan cerita lama yang disisakan. Kedua objek tersebut memang telah menjadi bagian penting dari hampir semua kegiatan kemahasiswaan di Kampus Bawah.

Kegiatan yang nyaman di bawah pohon kamboja

Wantilan dan pohon kamboja, dua objek yang masih dipertahankan sebagai bagian dari catatan penting
semua kegiatan kemahasiswaan di Kampus Bawah

Pembangunan selalu membawa dampak baik maupun buruk. Salah satu dampak buruk yang disesalkan oleh banyak alumni, ya, tentang matinya pohon kamboja kenangan.

Tak ada kata akhir, ketika kamboja mati, kegiatan "menghidupkan" kamboja sebagai ikon kegiatan di Kampus Bawah, kamboja tetap dipertahankan. Bahkan akan tetap dipelihara dan "dilibatkan" sebagai bagian dari berbagai kegiatan seni. Rencananya, pohon kamboja akan dijadikan bahan kegiatan mengukir bagi mahasiswa Jurusan Pendidikan Seni Rupa. 

Banyak kegiatan performance dilakukan di sini. Perahu yang dinaikkan ke atas pohon adalah salah satu bagian kegiatan yang sisanya masih dibiarkan menghiasi kamboja. Pemajangan karya seni kriya sebagai bentuk pameran tugas kuliah, juga dilakukan di bawah pohon ini. Begitupun lelakut (orang-orangan sawah) masih tetap dipertahankan sebagai bagian catatan kegiatan.

Pameran tugas seni kriya di bawah pohon kamboja

Memasang karya (kepala) lelakut 

Kepala lelakut menjadi hiasan kamboja

Lelakut yang menjadi hiasan kamboja dimaksudkan untuk "tetap menghidupkan" pohon kenangan. Respons mahasiswa terhadapnya banyak dilakukan sendiri-sendiri maupun berkelompok. Bahkan penambahan jumlah kepala lelakut terus dilakukan.    

Merespon lelakut

Jumlah kepala lelakut bertambah

Pohon kenangan yang tetap "diindahkan"




* Foto-foto dibuat menggunakan kamera Sony Ericsson Satio U1 dan Sony Xperia Z


Monday, 3 June 2013

Persiapan Pameran Tugas Akhir #2

Oleh Jajang Suryana


Penyiapan karya tugas akhir selalu menguras tenaga dan terutama waktu. Waktu satu semester yang disediakan oleh JPSR terasa masih kurang banyak. Masih banyak pekerjaan yang belum bisa tuntas. JPSR menetapkan, paling tidak ada 10 buah karya yang bisa dijadikan bahan seleksi dalam menetapkan karya  pameran tugas akhir. Untuk menghasilkan 10 karya memerlukan konsentrasi penuh. Apalagi ketika karya itu ditargetkan untuk mendapatkan kartu pass sebagai karya yang siap pamer.

JPSR melayani pilihan tugas akhir sesuai dengan kesiapan mahasiswa. Pertimbangan penguasaan, berlanjut menjadi bahan pendalaman, ditetapkan berdasarkan hasil capaian nilai kuliah pada semester sebelumnya. Jenis tugas akhir yang bisa dipilih oleh mahasiswa berkaitan dengan prestasi yang telah dicapai oleh mahasiswa pada mata kuliah tertentu. Capaian nilai yang baik untuk beberapa mata kuliah yang bisa dipilih dalam pendalaman tugas akhir melonggarkan kesempatan kepada mahasiswa untuk menetapkan alternatif bidang tugas akahir yang akan dipilihnya. 

Tugas akhir yang ditawarkan oleh JPSR terdiri atas: Pendalaman Seni Lukis, Seni Patung, Seni Grafis, Seni Fotografi, Seni Kriya (dipilah berdasarkan pilihan media: kayu, logam, keramik, atau batik), Desain Komunikasi Visual, Desain Dekorasi, dan Media Rekam. Karena beragam jenis pilihan pendalaman tugas akhir yang dipilih oleh mahasiswa, maka dalam pengelolaan pameran menjadi masalah tersendiri. Peserta kuliah tugas akhir bidang DKV (desain komunikasi visual) kerap menghadapi kendala dalam hal cara memamerkan karya mereka. Mereka rata-rata memilih pendalaman animasi atau karya digital lainnya. Oleh karena itu, cara menampilkan karya memerlukan media khusus. Di satu sisi, keterbatasan ruang pameran menjadi kendala yang membatasi jumlah karya yang bisa dipamerkan, namun bagi peserta tugas akhir DKV, cara pamer yang berbeda dengan peserta lainnya memungkinkan mereka bisa memamerkan semua karya tugas akhirnya.

Beberapa karya yang siap dipamerkan dalam pameran tugas akhir kali ini bisa dilihat berikut ini. Juga ada beberapa karya yang disiapkan untuk acara odalan JPSR.   

Rancangan website Pemetaan Seni Rupa Bali adalah salah satu karya yang dibuat oleh mahasiswa
yang memilih tugas akhir desain komunikasi visual

Karya seni grafis dengan memanfaatkan tema cerita tradisional Bali

Inovasi bentuk seruling berbahan kayu digarap dalam pilihan tugas seni kriya kayu

Tiruan sarcophagus berbahan kayu

Konsultasi karya seni grafis dengan Pak Budiarta

Pak Sudiarta sedang menilai karya seni lukis

Pak Agus memberi komentar karya-karya mahasiswa di depan mahasiswa dan dosen lainnya

Karya-karya yang meramaikan suasana

Karya yang menjadi bagian dari persiapan acara odalan JPSR

Persiapan panggung untuk acara odalan


*Semua foto dibuat menggunakan kamera Sony Xperia Z.





Sunday, 2 June 2013

Persiapan Pameran Tugas Akhir #1

Oleh Jajang Suryana


Mahasiswa Jurusan Pendidikan Seni Rupa (JPSR), Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), Universitas Pendidikan  Ganesha (UNDIKSHA), yang memrogram mata kuliah Tugas Akhir II, selalu sibuk menjelang akhir semester pembelajaran. Mereka harus menyiapkan sejumlah karya sebagai bahan seminar dan sekaligus pameran. Tiga mata kuliah paket ini (Tugas Akhir II, Seminar Tugas Akhir, dan Pameran Tugas Akhir, sangat menyita waktu semua mahasiswa semester VI ini.

Semester Genap pada perkuliahan tahun 2013 adalah semester yang sangat padat dengan aneka kegiatan. Serangkaian kegiatan terkait dengan acara Dies Natalis UNDIKSHA dan piodalan (ulang tahun) jurusan adalah paket kegiatan yang tak bisa dihindari melibatkan mereka. Padahal, pada semester yang sama, mereka harus berjuang menyelesaikan tanggungan tugas mereka, yaitu berkarya untuk paket tugas akhir kedua.

Tidur di kampus, sekalipun resminya dilarang oleh pihak kampus, menjadi pilihan yang tak bisa dihindari untuk mengerjakan tugas yang sangat ribet jika harus dibawa pulang ke rumah kontrakan. Tak ada kata yang bisa dilontarkan oleh pihak kampus ketika melihat begitu padatnya kegiatan mahasiswa JPSR. Tetapi, peringatan-peringatan yang terkait dengan kebersihan dan ketertiban ruangan kerap dilontarkan kepada mereka dari pihak kampus. Dari hasil perjuangan dan upaya pura-pura bongol (tidak mendengar), para mahasiswa JPSR bisa menghasilkan sejumlah karya yang bisa diacungi jempol. Ini sebagian kecil karya mereka.

Lukisan yang menceritakan permainan tradisional Bali yang unik: ayunan.

Karya seni kriya yang memanfaatkan kekayaan tradisi sebagai bentuk pengembangan baru. 
Ada sarcophagus kayu misalnya.

Gaya realis menjadi pilihan banyak mahasiswa, yang digarap menggunakan teknik lukis, grafis, bahkan aqua tint. Keterampilan menggarap bentuk-bentuk realis menjadi tantangan menyenangkan bagi mereka.

Inovasi bentuk alat musik kecapi yang digarap dengan gaya modern. 

Keramik gaya anak muda. Tak mementingkan fungsi, yang utama ada kebaruan bentuk 
terkait dengan pola pikir "ingin bebas" yang melatari semangat mahasiswa.

Gaya ilustratif yang diterapkan dalam pengolahan media gambar bahan logam.

Beberapa karya yang menampilkan semangat kerja para tenaga muda, 
calon guru dan sekaligus praktisi seni rupa.

Inilah "gaya studio mahasiswa", memanfaatkan ruang kuliah praktik sebagai bengkel,
sekaligus "tempat peraduan ketika cape usai kerja". Ini yang kerap menjadi gaya
mahasiswa seni yang "berseberangan" dengan para pemuja ketertiban.


Sejumlah karya lainnya dalam media yang berbeda, seperti seni grafis, desain komunikasi visual, dan karya seni patung, ditampilkan (insya Allah) menyusul.


* Semua foto dibuat menggunakan Sony Xperia Z