|
Oleh Jajang Suryana
Ada
empat cara, menurut Charles Pierce, untuk mengetahui dan menjelaskan gejala
alam. 1) Method of Tenacity (metode keteguhan): kebenaran yang
disandarkan kepada suatu pendapat karena pendapat tersebut telah diyakini
masyarakat sejak lama. 2) Method of Authority (metode otoritas):
kebenaran pernyataan dibuktikan dengan menunjuk kepada pernyataan orang yang
dianggap ahli. 3) Method of Intuition (metode intuisi): keyakinan yang
didasarkan kepada anggapan umum. 4) Scientific Method (metode ilmiah):
kebenaran empiris yang bisa diuji ulang secara ilmiah (Rakhmat, 1989)
Kebenaran
ilmu sifatnya sementara. Suatu teori bisa diperbaharui dengan teori lain yang
melengkapi atau bahkan menolak isi teori lama. Pada kenyataanya, kebenaran
ilmiah bukanlah kebenaran mutlak. Tidak ada kebenaran yang mutlak dalam
kaitan dengan semua upaya olah pikir manusia. Semua kebenaran dalam dunia
ilmu bisa dipertentangkan berdasarkan penemuan-penemuan baru yang menguatkan
atau bahkan menolak temuan yang telah ada.
Kaidah
ilmu ditegakkan oleh orde (tatanan yang tertaur), determinisme
(sebab, pendahulu), parsimoni (kesederhanaan dalam penjelasan dan
mencakup lebih banyak fenomena), dan empirisme (menunjukkan
keparcayaan pada observasi dan eksperimen). Oleh karena itu, penemuan ilmiah,
teori ilmiah, bisa ditelusuri dan dikaji ulang dengan jalan yang sama oleh
ilmuwan yang berbeda (Rakhmat, ibid.).
Ketika
Charles Darwin membangun teori tentang The Universe, yang kemudian
begitu banyak orang di dunia ilmu pengetahuan, lebih khusus bidang kajian
biologi, percaya betul cerita tentang evolusi bentuk tubuh manusia yang
berasal dari sejenis binatang primata. Salah satu simpulan hasil kajian
Darwin yang diterima mentah-mentah oleh banyak ilmuwan waktu itu, adalah
bahwa manusia-manusia masa kini merupakan hasil malih rupa dari wujud monyet,
secara evolutif, menjadi manusia sesungguhnya. Waktu itu, tidak ada yang
penasaran, apakah proses evolusi itu berhenti pada bentuk manusia masa kini?
Darwin tidak mampu menunjukkan bukti tesisnya. Dia berlindung dalam dinding
kokoh yang dia bangun, yang disebut the missing link. Hingga kini, link
(mata rantai) yang missing (hilang) itu tidak pernah ditemukan, karena
memang tidak pernah ada, tidak pernah menjadi bukti kebenaran teori
Darwin.
Tahun
2000, setelah begitu lama teori evolusi itu menjadi pegangan para ilmuwan,
Harun Yahya menulis buku yang begitu gamblang, menunjukkan bukti-bukti
kesalahan teori Charles Darwin. Yahya menunjukkan bukti-bukti ilmiah yang
menentang teori Darwin. Kesalahan teori Darwin ditunjukkan dengan berbagai
bukti nyata yang ada di alam, sebagai bukti tak terbantah. Sehingga
ketersesatan “ilmiah” para ilmuwan pendukung teori Darwin telah terbantah
mentah-mentah. Bahkan, Harun Yahya membongkar “manipulasi ilmiah di belakang
Teori Evolusi Darwin dan Motif-motif Ideologisnya”
Jenis-Jenis Kegiatan Penelitian
Pada
kenyataannya, kegiatan penelitian ditujukan untuk meramalkan sesuatu
atau memerikan keadaan sesuatu. Penelitian yang ditujukan untuk
meramalkan sesuatu biasanya menggunakan metode korelasi, eksperimen, dan
kuasi-eksperimen. Data yang dikumpulkan dalam kegiatan penelitian tersebut
adalah data numerik. Oleh karena itu penelitian jenis ini disebut penelitian
kuantitatif. Penelitian yang ditujukan untuk memerikan, mendeskripsikan
tentang sesuatu, keadaan, atau kejadian. Penelitian ini biasanya cenderung
mengolah data yang analisisnya kualitatif.
Penelitian-penelitian
kesenirupaan, misalnya tentang estetika, kaji fungsi, analisis bahan, lebih
cocok menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dibanding penelitian
kuantitatif. Penelitian kuantitatif bisa juga digunakan dalam penelitian
kesenirupaan, asal jenis data yang akan dikumpulkan dan diolah adalah data
yang numerik.
Masalah Penelitian dan Cara
Merumuskannya
Masalah penelitian bukan
judul penelitian. Masalah adalah inti persoalan penelitian yang tersirat di
dalam judul. Masalah adalah pertanyaan-pertanyaan penelitian yang akan dicari
jawabannya.
Pertimbangan-pertimbangan
memilih masalah penelitian: 1) segi keilmuan (: kebenaran ilmiah, kemampuan
peneliti, moral keilmuan); 2) metode keilmuan (: dapat dipecahkan melalui
langkah-langkah berpikir ilmiah); 3) kepentingan dan manfaat (: tingkat
pendidikan, kedalaman, nilai guna
bagi ilmu dan praktek); 4) hal-hal teknis (: menarik perhatian peneliti,
situasional).
Penelitian-penelitian yang
bertujuan untuk meramalkan sesuatu selalu harus dimulai dengan perumusan
jawaban sementara (hipotesis, yang akan dibuktikan melalui penelitian).
Kegiatan penelitian bergerak dari tahap konsepsional ke tahap operasional.
Pada tahap konsepsional peneliti menguraikan hal-hal yang abstrak tentang konsep
(generalisasi tentang hal-hal khusus: merah, hijau, biru adalah “warna”;
membaca buku, mendengarkan kuliah, adalah “belajar”); konstruk (ciri-ciri
konsep yang dapat diamati dan diukur: “lapar” dioperasionalisasikan dengan
perasaan sakit karena tidak makan selama 24 jam); dan variabel (nilai
konstruk yang bisa diukur secara kuantitatif atau kualitatif).
Kategori variabel: 1) variabel
bebas dan tak bebas; 2) variabel aktif dan atribut; 3) variabel kontinyu dan
kategoris/diskret.
Hipotesis Penelitian dan
Pengujian
Hipotesis menghubungkan teori
dengan dunia empiris. Manfaat hipotesis untuk memudahkan peneliti dalam
menarik simpulan penelitian. Teori tidak dapat diuji. Supaya dapat diuji,
teori harus dirinci menjadi proposisi-proposisi. Proposisi ini sering disebut
hipotesis (Rakhmat, 1989). Hipotesis memberikan manfaat dalam penelitian,
misalnya dalam menentukan proses pengumpulan data seperti penentuan metode,
instrumen yang harus digunakan, sampel (terok) atau sumber data, dan teknik
analisis data. Di samping itu, hipotesis bermanfaat dalam menjelaskan gejala
yang diteliti, yang dapat dilihat dari pernyataan hubungan variabel-variabel
penelitian. Hasil pengujian hipotesis bermanfaat dalam perumusan
simpulan-simpulan penelitian (Sudjana, 1988).
Hipotesis harus menggunakan
logika berpikir rasional maupun empiris. Oleh karena itu, sumber hipotesis
bisa dari hasil berpikir rasional (: deduktif) atau dari hasil berpikir
empiris (: induktif). Hipotesis diturunkan dari teori pengetahuan ilmiah
(Sudjana, ibid.).
Seperti disebutkan Goode dan
Hatt (1952), rumusan hipotesis yang baik harus: 1) Jelas secara konseptual: konsep didefinisikan secara
operasional. Pendefinisian konsep bisa dengan kata-kata; dalam operasi
tertentu (indeks pengukuran, jenis observasi); atau dengan cara
menghubungkannya dengan konsep lain yang terdapat dalam penelitian
sebelumnya. 2) Mempunyai rujukan empiris: tidak boleh mengandung
konsep-konsep yang merupakan penilaian (value judgements). Kata-kata
seperti seharusnya, baik, efektif, lebih mencerminkan sikap daripada
gejala empiris. 3) Bersifat spesifik: supaya hipotesis mudah diukur,
hipotesis dijabarkan dalam subhipotesis yang subjek, waktu, target, dan
hubungan-hubungannya dinyatakan secara jelas dan eksplisit. 4) Dihubungkan
dengan teknik penelitian yang ada: penggunaan alat ukur yang pernah digunakan
(pelajari juga lengkap dengan kritik-kritik yang bersangkutan dengan alat
ukur tersebut). 5) Berkaitan dengan suatu teori: menolak, mendukung, atau
meneguhkan teori, oleh karena itu perumusan hipotesis memerlukan penelaahan
pustaka (Rakhmat, op. cit.)
Perumusan hipotesis bisa
disusun dengan pola pernyataan tidak ada hubungan, tidak
ada perbedaan, tidak ada pengaruh, dan sejenisnya, yang biasa
disebut hipotesis nol, hipotesis tak berarah (: hipotesis yang kurang tajam).
Hipotesis itu bisa juga disusun dengan pola pernyataan ada
hubungan, ada perbedaan, ada pengaruh atau sejenisnya yang
disebut hipotesis penelitian, hipotesis berarah (: hipotesis yang mempunyai
alasan kuat dan rasional).
Pengujian hipotesis dilakukan
melalui data empiris, dengan melakukan verifikasi data di lapangan.
Pengumpulan data bisa berangkat dari tindakan sengaja yang dilakukan
peneliti, melalui eksperimen, atau dari hasil perlakuan orang lain.
Dalam kegiatan eksperimen, peneliti menentukan beberapa kelompok objek
penelitian (biasanya 2 kelompok). Kelompok pertama diberi perlakuan (kelompok
eksperimen) sesuai dengan kondisi (variabel bebas) yang diciptakan
peneliti; kelompok kedua tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol). Hasil
masing-masing kelompok akan menjadi variabel terikat, varibel tak bebas
(Sudjana, op. cit.).
Variabel bebas adalah variabel yang diduga menjadi penyebab atau pendahulu
bagi variabel lain (: Jika A, maka B. A variabel bebas. B
variabel terikat, tak bebas). Variabel yang lain adalah variabel aktif,
variabel yang dapat dimanipulasi, dapat dikendalikan (: suhu ruangan, situasi
pembelajaran, jumlah perhatian); dan variabel atribut, variabel yang sudah
jadi, tak dapat dikendalikan atau dimanipulasi (: usia, jenis kelamin, status
sosial, tingkat kecerdasan, pembawaan). Di samping itu, ada juga yang disebut
dengan variabel kontinyu (secara teoretis bisa mempunyai nilai bergerak: tinggi orang boleh jadi 1,5, 1,53,
1,534, dan sebagainya), dan variabel diskret (hanya mempunyai satu nilai:
jumlah anak yang dimiliki, misalnya: 1, 2, 3, yang tidak mungkin ada pecahan)
[Rakhmat, op. cit.].
Data, Alat Pengumpul Data,
dan Kemungkinan Analisisnya
Verifikasi atau proses
pengumpulan data sangat diperlukan untuk
menguji hipotesis. Proses pengumpulan data (kuantitatif: ukuran
jumlah; kualitatif: ukuran nilai) bersangkut paut dengan tiga hal: metode dan
instrumen; sampel (terok) atau sumber data; dan teknik analisis data. Dalam
menetapkan ketiga unsur tadi harus memperhatikan masalah: hakikat variabel
yang diteliti (: jika variabel harus diadakan oleh peneliti, maka metode yang
harus digunakan adalah metode eksperimen; jika variabel telah ada atau telah
terjadi karena perlakuan orang lain, maka bisa digunakan metode deskriptif, ex
post facto).
Definisi konsep atau definisi
operasional setiap variabel menentukan jenis data sekaligus alat pengumpul
data. Definisi produktivitas kerja, misalnya, adalah kemampuan
meningkatkan produksi benda, oleh karena itu secara operasional data
bertalian dengan jumlah dan jenis benda yang dibuat, waktu yang
dibutuhkan, dan kapasitas kemampuan mengadakan benda produk setiap
objek yang diteliti dalam kurun waktu tertentu. Alat pengumpul data bisa
berupa lembar kuesioner atau panduan wawancara. Jawaban yang
dikehendaki dalam tujuan
penelitian dan manfaat hasil penelitian yang diharapkan, menjadi informasi
awal yang akan memberi petunjuk terhadap jenis data, sumber data, dan cara
analisis data yang diperlukan (Sudjana, op. cit.).
Jenis data, ada yang bersifat
kuantitatif, ada juga yang kualitatif. Data kuantitatif memerlukan pendekatan
kuantitatif, lebih banyak melibatkan perhitungan (persentase, rata-rata,
jumlah, yang statistikal). Data kualitatif mengharuskan penggunaan pendekatan
yang kualitatif (analisis kecenderungan, analisis isi, tafsiran, kaji tanda,
yang kualitatif). Data bisa didapatkan dari sumber pertama (data primer),
sumber kedua (data sekunder), dan seterusnya. Data awal (dawal) menjadi sangat penting dalam penetapan masalah
penelitian. Dalam bidang seni rupa misalnya, dawal bisa berupa foto-foto
sasaran penelitian. Dengan memanfaatkan dawal peneliti bisa
melakukan penelitian secara lebih jelas karena sasaran penelitian yang telah
jelas.
Sumber data utama, khusus dalam
penelitian kualitatif, seperti disebutkan oleh Lofland dan Lofland (1984),
terdiri atas kata-kata dan tindakan, selebihnya (seperti
dokumen) adalah data tambahan. Data kata-kata dan tindakan yang didapat dari
orang yang diwawancarai atau diamati merupakan data dari sumber
data utama. Sumber tertulis merupakan sumber tambahan, tetapi tidak bisa
diabaikan. Sumber tertulis itu bisa berupa buku dan majalah ilmiah,
arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi. Foto, kini, juga sudah
banyak digunakan sebagai sumber data penelitian kualitatif. Foto bisa berupa
foto buatan orang lain maupun buatan peneliti. Data statistik biasa
juga digunakan dalam penelitian kualitatif untuk melihat gambaran
kecenderungan subjek pada latar penelitian dan data tentang komposisi distribusi. Tetapi, pada
batas-batas tertentu, data statistik yang bersifat hasil generalisasi,
mengurangi makna subjek secara perseorangan yang unik dan utuh (Moleong,
1991).
Metode Penelitian dan
Ciri-cirinya
Metode bertalian dengan cara
memperoleh data yang diperlukan dalam kegiatan sebuah penelitian. Metode
adalah strategi, proses, dan pendekatan
dalam memilih jenis, karakteristik, serta dimensi ruang dan waktu dari
data yang diperlukan (Sudjana, 1988).
Sudjana menyebutkan istilah
yang agak berbeda dengan Rakhmat dalam penyebutan jenis metode penelitian.
Menurut Sudjana (ibid.), metode penelitian terdiri atas “metode
penelitian historis, deskriptif, ex post facto, dan eksperimen”.
Sedangkan Rakhmat menyebutnya dengan metode penelitian historis, deskriptif, korelasional,
eksperimental, dan kuasi eksperimental (Rakhmat, 1989). Tanpa perlu
memperdalam perbedaan penyebutan tadi, pada dasarnya kedua penulis tadi
menyebut hal yang sama, hanya saja Rakhmat memecah metode eksperimental menjadi dua bentuk. Bahkan, perbedaan
penyebutan tersebut lebih tampak lagi dalam tulisan Surakhmad (1980). Dia hanya menyebut tiga metode penelitian
saja: metode penelitian historik, deskriptif, dan eksperimental.
A. Metode Penelitian Historis
Metode penelitian ini bertujuan
untuk “merekonstruksi masa lalu secara sistematis dan objektif dengan
mengumpulkan, menilai, memverifikasi, dan menyintesiskan bukti untuk
menetapkan fakta dan mencapai kongklusi yang dapat dipertahankan, seringkali
dalam hubungan hipotesis tertentu” (Isaac dan Michael, 1972, dikutip oleh Rakhmat, 1989). Atau, “sebuah proses yang
meliputi pengumpulan dan penafsiran gejala, peristiwa ataupun gagasan yang
timbul di masa lampau, untuk menemukan generalisasi yang berguna dalam usaha
memahami kenyataan-kenyataan sejarah, malahan yang juga dapat berguna untuk
memahami situasi sekarang dan meramalkan perkembangan yang akan datang”
(Surakhmad, op. cit.).
Jadi, metode ini digunakan apabila peneliti ingin mengungkapkan peristiwa
atau kejadian pada masa lalu. Pengertian metode penelitian sejarah sering
dikacaukan dengan metode penelitian dokumenter. Keduanya, memang, memiliki
persamaan dan perbedaan.
Hasil penerapan metode historik
bisa bersifat komparatif (misalnya, komparasi mengutamakan dimensi
waktu dalam membahas aspek kurikulum), yuridis (misalnya, menggali
ketetapan hukum), bibliografik (misalnya, membuat ikhtisar karya-karya
ilmiah bidang tertentu), biografik (misalnya, cara berpikir seorang
tokoh), dan studi-studi khusus bidang sosiologi dan anropologi, misalnya,
yang bersifat genetik, klinik, otobiografik, dan kasus. Sumber data yang akan
digunakan dalam penelitian bisa berupa sumber data primer maupun sekunder
(Surakhmad, op. cit.).
Langkah-langkah penelitian
historis:
1) Merumuskan masalah (melalui
kegiatan pendalaman dan pengkhususan);
2) Menghimpun data (dari sumber
data primer maupun sekunder);
3) Memilih strategi analitis
kritik (menggunakan analisis dokumenter [mengikuti proses
berpikir aduktif: mengemukakan jawaban
atas pertanyaan tertentu sehingga
memperoleh “kecocokan” atau analisis kuantitatif
analisis statistik, analisis isi
(Ali, op.cit.;
Rakhmat, op. cit.).
4) Merumuskan hipotesis (untuk
membuat kerangka kerja, membuat suatu dugaan yang
mendalam, mengecek aspek-aspek
permasalahan, atau mengklasifikasikan);
5) Membuat simpulan;
6) Membuat laporan hasil
penelitian (Ali, op. cit.).
B. Metode Penelitian Deskriptif
Metode
penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan kejadian
yang ada pada masa sekarang (Ali, 1987; Sudjana, 1988; Surakhmad, 1982).
Fakta atau karakteristik populasi atau bidang tertentu dilukiskan secara
faktual dan cermat (Isaac dan Michael, 1972, seperti dikutip oleh
Rakhmat, 1989). Hasil dan simpulan dari kegiatan penelitian deskriptif
umumnya hanya menjelaskan konsep dan variabel yang diteliti, menjelaskan
perbedaan konsep dengan variabel, atau menghubungkan variabel yang satu dengan
yang lainnya (Sudjana, op. cit.). Yang pasti, data hasil penelitian tidak sekadar
dikumpulkan dan disusun, tetapi dianalisis dan diinterpretasi untuk
menjelaskan arti data tersebut (Surakhmad, op. cit.). Metode
penelitian yang “melulu” deskriptif disebut sebagai penelitian survai (Isaac
dan Michael, 1981) atau penelitian observasional (Wood, 1977).
Bila dilihat
dari sudut kegunaannya, demikian Surakhmad (ibid.), metode deskriptif dapat dipakai
untuk berbagai tujuan khusus. Konsep yang terbatas melihat metode ini sebagai
kegiatan yang dangkal, terdiri atas pengumpulan, tabulasi, dan penuturan
data. Selanjutnya ditegaskan, konsep penyelidikan ilmiah melihat kedudukan
metode tersebut lebih luas dan dalam, karena metode penelitian ini terdiri
atas berbagai teknik. Malahan, hasil penelitian yang bersifat deskriptif
telah menjadi sumbangan awal dalam menemukan jalan-jalan yang baru, terutama
dalam penelitian yang bersifat longitudinal, generik, dan klinik. Metode
deskriptif amat berguna untuk mencari teori, bukan menguji teori, hypothesis-generating,
dan heuristic (Rakhmat, op. cit.).
Data yang dikumpulkan dalam
penlitian deskriptif adalah data yang diperoleh dengan ukuran-ukuran
kecenderungan pusat (central tendency) atau ukuran sebaran (dispersion).
Titik berat penelitian terletak
pada suasana alamiah (naturalistic setting) [Rakhmat, ibid.). Oleh karena itu, lanjut Rakhmat, seorang
peneliti yang menggunakan pendekatan deskriptif harus memiliki sifat reseptif
(harus selalu mencari, bukan menguji), memiliki kekuatan integratif
(kekuatan untuk memadukan berbagai macam informasi menjadi satu kesatuan
penafsiran. Jadi, dalam penelitian deskriptif peneliti harus menjabarkan
(analisis), memadukan (sintesis), melakukan klasifikasi, dan organisasi. Dari
penelitian deskriptiflah dikembangkan penelitian korelasional dan
eksperimental!
Jenis-jenis penelitian
deskriptif:
·
Survai: suatu cara mengumpulkan dari dari
sejumlah unit atau individu (biasanya jumlahnya cukup banyak) dalam suatu
jangka waktu tertentu. Contoh sensus penduduk, survai sekolah (survai
karakteristik guru), survai pendapat umum, dsb. (Ali, op. cit., hal.
121-122).
·
Studi (penelaahan) Kasus: cara mengumpulkan
data dari satu permasalahan (kasus) tunggal. Kasus ini diteliti secara
mendalam, meliputi berbagai aspek yang cukup luas, dan secara integratif
menggunakan berbagai teknik. Sampel (terok) harus benar-benar representatif
memiliki kesamaan karakter (Ali, ibid. hal. 123).
**) Ali juga Surakhmad masih
memasukkan teknik yang lain termasuk studi perbandingan (comparative
study), studi korelasi (hubungan antarvariabel), studi prediksi (perkiraan),
studi pertumbuhan, dan studi kecenderungan (trend study) yaitu
perpaduan antara metode sejarah, dokumenter, dan survai (Ali, ibid., hal.
123-127), oleh penulis lain, metode-metode penelitian tadi dibahas terpisah,
tidak dimasukkan dalam jenis penelitian deskriptif.
C. Metode Penelitian Korelasional
Disebutkan oleh Rakhmat (op.
cit.), metode
ini merupakan kelanjutan metode deskriptif. Penelitian yang menggunakan
metode deskriptif tidak menunjukkan hubungan antarvariabel. Penelitian
korelasional memasukkan pencarian hubungan antarvariabel. Metode
korelasi bertujuan meneliti sejauhmana variasi pada satu faktor berkaitan
dengan variasi pada faktor lain. Kalau yang dihubungkan hanya dua faktor saja
disebut simple correaltion (korelasi sederhana), tetapi kalau lebih
dari dua faktor disebut multiple correlation (korelasi ganda).
Korelasi tidak selalu menunjukkan hubungan kausalitas, tidak diartikan hubungan sebab akibat
(untuk menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat, harus dipenuhi syarat:
asosiasi, prioritas waktu, dan hubungan sebenarnya). Korelasi yang
signifikan secara statistik tidak boleh diartikan signifikan secara
substantif (contoh: menguji keefektifan suatu program dibandingkan dengan
program lainnya) atau signifikan secara teoretis (contoh: jika mempertanyakan
hal yang berkaitan dengan konsep diri, sosialisasi, perkembangan
sosiokultural, dll.) [Rakhmat, ibid.].
Metode korelasi digunakan
untuk:
·
Mengukur hubungan di antara berbagai variabel;
·
Meramalkan variabel tak bebas; dan
·
Meratakan jalan untuk membuat rancangan
penelitian eksperimental.
D. Metode Penelitian Eksperimental
Pada awalnya, jenis penelitian
ini biasa dilakukan dalam bidang sains. Tetapi, kemudian juga diterapkan
dalam penelitian bidang sosial. Eksperimen di dalam laboratorium lebih
“mudah” dilakukan, karena adanya alat yang khusus serta situasi yang terpisah
dari gangguan luar. Setiap variabel
dapat dimanipulasi menurut rencana. Eksperimen di luar laboratorium pada
umumnya menghadapi banyak kesulitan karena lebih banyak kemungkinan
menghadapi gangguan. Kebanyakan penelitian eksperimental adalah deduksi teori
(Surakhmad, op. cit.).
Oleh karena itu, kata Surakhmad, eksperimen itu mengikuti; tidak
mendahului teori; kebanyakan dilakukan untuk membuktikan deduksi-deduksi teori tertentu.
Metode penelitian ini ditujukan
untuk “meneliti hubungan sebab-akibat dengan memanipulasikan satu
atau lebih variabel pada satu (atau lebih) kelompok eksperimental, dan
membandingkannya dengan kelompok kontrol yang tidak mengalami manipulasi” (Rakhmat,
op. cit.).
Percobaan-percobaan dalam jenis penelitian ini “merupakan modifikasi kondisi
yang dilakukan secara sengaja dan terkontrol dalam menentukan peristiwa atau
kejadian, serta pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada peristiwa itu
sendiri” (Wermeister, dikutip oleh Ali, op. cit.).
Penelitian eksperimen pada
kenyataannya tidaklah sederhana. Seperti disebutkan oleh Rakhmat (op. cit.), peneliti harus
memperhatikan, apakah tidak ada variabel luar yang ikut serta menimbulkan
pengaruh. Karena itu, sedapat mungkin peneliti harus mengusahakan, mengontrol,
agar perbedaan hasil pengamatan itu tidak disebabkan oleh hal-hal lain
kecuali variabel bebas yang diteliti.
Secara garis besar, kegiatan
penelitian eksperimental ditandai tiga hal:
·
manipulasi, mengubah secara sistematis
keadaan tertentu;
·
observasi, mengamati dan mengukur hasil
manipulasi;
·
kontrol, mengendalikan kondisi-kondisi
penelitian ketika berlangsungnya
manipulasi. Kontrol merupakan kunci penelitian
eksperimental. Seba, tanpa kontrol,
manipulasi dan
observasi akan menghasilkan data yang confounding, meragukan
(Rakhmat, ibid.).
E. Penelitian Kuasi-Eksperimental
Penelitian Kuasi-Eksperimental
mempunyai dua ciri.
·
Peneliti tidak mampu meletakkan subjek secara
acak pada kelompok eksperimental atau kelompok kontrol;
·
Peneliti tidak dapat mengenakan variabel bebas
kapan dan kepada siapa saja yang dikehendakinya.
Kedua ciri tersebut menyulitkan
penetapan hubungan kausal antara variabel-variabel. Hubungan kausal tersebut
bisa dideteksi bila peneliti berhasil mengurangi variabel luar yang
meragukan.
Contoh rancangan penelitian
kuasi-eksperimental.
1). Rancangan Kelompok Tak Acak: Dua
kelompok sasaran penelitian, keduanya
diprauji; kelompok
pertama dipengaruhi perlakuan eksperimen, kelompok
kedua dibiarkan.
2). Rancangan Rangkai Waktu: Sasaran
penelitian diperlakukan dalam
pengukuran yang berkali-kali sebelum dan
sesudah garapan.
F. Pendekatan Penelitian Bidang Seni
Pendekatan sejarah, proses
kreatif, dan kritik seni merupakan contoh penelitian bidang seni rupa.
Pendekatan sejarah dan proses kreatif lebih bersifat deskriptif, mencatat apa
yang terjadi, apa yang ada, apa yang tercatat, apa yang tampak, apa yang
diucapkan oleh seniman sebagai pengakuannnya, dan lain sebagainya. Kegiatan
pendeskripsian data kesenirupaan baik secara sejarah maupun pencatatan proses
kreatif seseorang, tidak akan menunjukkan interpretasi, kritik, atau pun
penilaian. Dalam krirtik seni proses penentuan nilai akan muncul sebagai
bentuk keputusan.
Eisner (1979; 1983) menekankan
perlunya penelitian dan evaluasi dengan menggunakan bahasa kritik seni. Ia
menegaskan bahwa kritik seni merupakan pendekatan yang sangat membantu dan
melengkapi kegiatan penelitian karena kekuatannya dalam meyajikan deskripsi
dan interpretasi yang kaya dengan nilai-nilai kehidupan manusia. Bahkan, ia
juga menegaskan bahwa dalam dunia pendidikan perlu penelitian yang
menggunakan pola pikir kritik seni,
khususnya dalam mengevaluasi program. Ia mengritik secara pedas, selama ini
penelitian pendidikan kurang bermanfaat karena terlalu kuantitatif, sebagai
penelitian berjarak, reduksionis, dan tidak mampu menangkap beragam nuansa
nilai interaksi manusiawi.
Dua hal penting yang menjadi
ciri kegiatan kritik: 1) kritik adalah suatu aktivitas empirik dan 2)
berbagai hal bisa menjadi sasaran kritik. Masalah yang bisa dikaji dengan
kritik tidak harus selalu karya seni. Beragam hal bisa dikaji secara kritik,
seperti benda, peristiwa, program, perilaku manusia, dan lain-lain.
Sumber nilai yang menunjang
kehidupan seni:
1) seniman dengan latar
belakang budayanya dan konteks sosial budaya pada saat
karya diciptakan, yang sering disebut
sebagai sumber informasi genetik yang
terdiri atas: faktor genetik yang
bersifat subjektif (terdapat pada diri
senimannya) dan faktor genetik yang
objektif (iklim budaya lingkungannya)
[Gotshalk, 1966];
2) karya seni sebagai sumber
informasi objektif yang biasa disebut sebagai faktor
objektif (intrinsik),
yang merupakan kondisi objektif dari karya seni;
3) kaomponen penikmat seni
sebagai sumber informasi afektif, yang berupa
dampak emosional pada diri penikmat dalam
menanggapi karya, dan beragam
tafsir makna nilai setelah melakukan
interaksi dialektis dengan karya dalam
proses penikmatan.
Ketiga unsur tadi saling
bersintindakan. Oleh karena itu, tidak sepantasnya aktivitas evaluasi setiap
karya seni mengabaikan salah satu dari ketiga unsur tadi, bila menghendaki
suatu pemahaman yang lebih lengkap.
G. Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan banyak
menarik minat para peneliti bidang ilmu sosial dan humaniora. Penganut
Empirisme, Positivisme Logis, dan Strukturalisme menolak jenis penelitian
ini. Sebaliknya, penganut Pragmatisme dan Materialisme Dialektis menerimanya.
Peneliti ilmu pengetahuan sosial dan humaniora yang dituntut terjun ke
lapangan untuk bergelut dengan praktik dan peningkatannya, memandang
penelitian ini sangat layak. Terutama bila ditinjau dari tujuan penelitian: penelitian ini dipandang sebagai alat
untuk mencapai tujuan (Madya, 1994).
Elliot (1982) mendefinisikan
penelitian tindakan sebagai: “kajian tentang situasi sosial dengan maksud
untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Seluruh prosesnya --telaah,
diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh-- menciptakan
hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dan perkembangan profesional”.
“Penelitian tindakan adalah
intervensi skala kecil terhadap tindakan di dunia nyata dan pemeriksaan
cermat terhadap pengaruh intervensi tersebut” (Cohen dan Manion, 1980).
“Penelitian tindakan adalah
suatu bentuk penelitian refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh
peserta-pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan
keadilan praktik pendidikan dan praktik sosial mereka, serta pemahaman mereka
terhadap praktik-praktik itu dan terhadap situasi tempat dilakukannya
praktik-praktik tersebut” (Kemmis dan Taggart, 1988).
Dua hal penting yang menjadi ciri penelitian tindakan: hasil
penelitian dipakai sendiri oleh penelitinya, juga oleh orang lain, dan penelitiannya
terjadi di dalam situasi nyata yang hasil pemecahan
masalahnya diperlukan serta dipraktikkan.
Winter (1989) yang dikutip oleh
Madya, menunjukkan enam asas penelitian tindakan:
1) kritik refleksif, 2) kritik
dialektis, 3) sumber daya kolaboratif, 4) resiko, 5) struktur majemuk, dan 6)
teori.
Kritik refleksif adalah:
mengumpulkan catatan-catatan yang telah dibuat oleh peneliti lain atau yang
berwewenang. Kritik
dialektis adalah: melakukan kritik terhadap gejala yang diteliti. Sumber daya
kolaboratif adalah: kesadaran peneliti bahwa ia bagian dari situasi yang
diteliti. Resiko adalah: salah satu di antaranya melesetnya hipotesis. Struktur majemuk adalah: berhubungan
dengan gagasan bahwa gejala yang diteliti harus mencakup seluruh unsur pokok
agar menyeluruh. Bila situasi belajar yang diteliti, maka harus mencakup
guru, siswa, tujuan pendidikan, interaksi pembelajaran, dan keluaran. Teori, praktik, dan transformasi adalah:
teori dan praktik bukan dua dunia yang berbeda tetapi hanyalah merupakan dua
tahapan yang berbeda yang saling bergantung dan mendukung.
Penelitian tindakan yang
dikenal secara umum terdiri atas tindakan skala luas yang pada akhirnya
menjadi kebijakan umum; tindakan berskala sempit untuk menyusun kebijakan
terbatas, dan tindakan kelas
(kebijakan yang lebih sempit).
H. Penelitian Tindakan
Kelas (PTK)
Penelitian
tindakan kelas berbeda dengan penelitian eksperimental. Hal itu sering
dikacaukan pengertiannya. Tabel di bawah ini menunjukkan perbedaan tersebut.
|
Tabel 1. Perbedaan mendasar antara penelitian
tindakan kelas dengan penelitian eksperimental
No.
|
Komponen
|
Penelitian
Tindakan Kelas
|
Penelitian
Eksperimental
|
1.
|
Masalah
|
Bersifat kasus khusus dan situasional (setting
khusus)
|
Umum
|
2.
|
Tujuan
|
Perbaikan, peningkatan
|
Penyelidikan ada tidaknya pengaruh
|
3.
|
Sasaran Penelitian
|
Individu, kelas
|
Populasi dan sampel
|
4.
|
Hipotesis
|
Hipotesis tindakan (boleh tidak ada hipotesis)
|
Harus ada hipotesis dan harus melalui uji
statistik
|
5.
|
Rancangan
|
Perencanaan-tindakan-observasi-refleksi; tidak
ada kelompok kontrol
|
Eksperintal; ada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol
|
6.
|
Analisis Data
|
Bersifat kualitatif
|
Bersifat kuantitatif, melalui analisis statistik
|
7.
|
Proses
|
Penekanan pada proses bukan pada hasil
|
Penekanan pada hasil
|
8.
|
Simpulan
|
Tidak dapat digeneralisasi
|
Dapat digeneralisasi
|
* Dikutip dengan beberapa penyesuaian dari
Sugiarta, 2011
|
Ketika
guru mendapatkan masalah dalam proses pembelajaran, seharusnya guru menyadari
bahwa permasalahan tersebut harus ditangani segera. Penanganan masalah
terkait dengan kesiapan guru, melalui kegiatan refleksi, untuk melakukan
perbaikan atas kondisi kelas, kelompok peserta didik, individu peserta didik,
cara pembelajaran, materi pembelajaran, atau apapun yang menjadi bagian dari
proses pembelajaran. Guru yang profesional adalah guru yang secara terus
menerus berusaha meningkatkan kualitas dirinya.
Permasalahan
di satu kelas belum tentu sama persis penyebab dan cara penyelesaiannya di
kelas yang lain. Oleh karena peramsalahan kelas adalah kasus khusus (setting
khusus), maka pilihan tindakan yang harus dilakukan oleh guru juga
disesuaikan dengan kasus per kasus (situasional). Dalam menangani permasalah
kelas, sangat bijaksana jika guru berkolaborasi dengan guru lain, tim ahli,
bahkan praktisi lapangan, dalam melakukan tindakan. Setiap anggota
berpartisipasi aktif dalam melakukan penelitian tindakan. Karena sifat
penelitian tindakan adalah evaluasi diri, penanganan terhadap masalah nyata
di kelas, maka penelitian ini harus secara terus menerus dilakukan hingga
mendapatkan peningkatan-peningkatan dalam proses pembelajaran.
Rancangan
penelitian tindakan kelas secara umum mengikuti pola: Refleksi awal-Perencanaan-Tindakan-Observasi-Refleksi.
Berangkat dari hasil refleksi terhadap masalah yang ditemukan di kelas,
direncanakanlah bentuk-bentuk tindakan rasional yang diperkirakan bisa
menyelesaikan permasalahan. Rencana tindakan dijabarkan dalam bentuk skenario
tindakan yang sistematis dan bersiklus (umumnya 2 siklus). Semua kegiatan
tindakan diobservasi sekaligus dievaluasi untuk mengukur sejauhmana tindakan
yang telah dilakukan bisa memperbaiki atau meningkatkan indikator-indikator
pembelajaran. Selanjutnya, dilakukan refleksi (analisis, sintetis, pemaknaan,
perenungan, dan penyimpulan) sebagai bahan perencanaan (revisi) tindakan
selanjutnya yang lebih disempurnakan.
Komponen Usulan PTK
Format
umum yang biasa digunakan dalam mengusulkan PTK adalah sebagai berikut.
A.
Judul Penelitian
Judul
singkat, spesifik, jelas menggambarkan masalah, tempat, dan tindakan yang dilakukan
dalam penelitian. Maksimal 20 kata.
B.
Bidang Kajian
Bidang
kajian yang diteliti, seperti tentang strategi pembelajaran, media
pembelajaran, sistem asesmen dan evaluasi, atau yang lainnya, dituliskan
untuk mempertegas bidang kajian.
C.
Latar Belakang Masalah
Kemukakan
bahwa permasalahan adalah permasalah nyata yang terjadi di kelas. Masalah
dipilih untuk diperbaiki. Kemukakan kepentingan masalah berdasarkan daya
dukung, waktu, dan kebermanfaatan hasil perbaikannya. Gambarkan situasi yang
akan dibangun selama kegiatan penelitian, bagaimana kolaborasi guru dan
keterlibatan anggota peneliti.
D.
Rumusan Masalah
Identifikasi
alternatif tindakan yang bisa dilakukan. Berikan alasan yang logis tentang
pemilihan tindakan yang akan dilakukan. Kemukakan tentang pemecahan masalah
dalam bentuk tindakan. Rumuskan hipotesis tindakan (jika perlu), indikator
keberhasilan tindakan, cara mengukur keberhasilan, dan cara mengevaluasinya.
Rumusan masalah disusun dalam bentuk kalimat tanya yang secara operasional
bisa menunjukkan ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan.
E.
Tujuan Penelitian
Kemukakan
secara singkat dan operasional mengacu kepada rumusan masalah.
F.
Manfaat Hasil Penelitian
Sebutkan
manfaat hasil penelitian, terutama terkait dengan upaya perbaikan kualitas
pembelajaran bagi siswa, guru, sekolah, dan komponen lainnya.
G.
Kajian Pustaka
Deskripsikan
kajian teori dan masalah empirik yang mendasari kegiatan PTK. Jika ada,
deskripsikan juga hasil-hasil penelitian sebelumnya yang bisa menguatkan
pilihan tindakan.
H.
Metode Penelitian
Jelaskan
sasaran penelitian, waktu kegiatan, tempat penelitian, prosedur kegiatan.
Prosedur mengacu kepada pola refleksi
awal-perencanaan-tindakan-observasi-refleksi. Kemukakan juga hal-hal yang
terkait dengan penyiapan bahan pembelajaran, perangkat pembelajaran, hingga
hal-hal yang terkait dengan persiapan observasi dan evaluasi.
I.
Jadwal Penelitian
Kemukakan
jadwal kegiatan dalam bentuk tabel.
J.
Biaya Penelitian
Sesuaikan
dengan peraturan yang ditetapkan oleh penyandang dana.
K.
Personalia Penelitian
Rincilah
personalia penelitian lengkap dengan tugas dan ketersediaan waktu kerjanya.
L.
Daftar Pustaka
Seusaikan
dengan peraturan penulisan daftar pustaka yang resmi.
M.
Lampiran-lampiran
1.
Perangkat penelitian, seperti instrumen yang telah dikembangkan.
2.
Curriculum vitae peneliti
3.
Surat-surat keterangan
|
5.
|
TUGAS
|
|
2.1.1 Sebutkan dua jenis
pendekatan penelitian
|
|
2.1.2 Deskripsikan 2 jenis
pendekatan penelitian beserta karakteristik sifat
data yang dituntutnya
|
|
2.1.3 Tunjukkan perbedaan utama
2 pendekatan penelitian
|
|
2.2.1 Deskripsikan 5 jenis
metode penelitian
|
|
2.2.2 Tentukan pilihan metode
penelitian berdasarkan kasus tertentu yang
dipaparkan
|
|
2.2.3 Tetapkan teknik
pengumpulan data yang disesuaikan dengan kasus yang
dipaparkan
|
|
2.2.4 Tetapkan instrumen
pengumpul data yang disesuaikan dengan kasus
yang dipaparkan
|
|
2.3.1 Deskripsikan pentingnya
data awal
|
|
2.3.2 Tunjukkan contoh data
awal sebuah kondisi pembelajaran
|
|
2.4.1 Tetapkan refleksi sebagai
langkah perbaikan terhadap kinerja sendiri
|
|
2.4.2 Siapkan langkah-langkah
penyelesaian hasil refleksi
|
|
2.5.1 Pilihlah masalah sebagai
bahan kegiatan penelitian tindakan kelas
|
|
2.5.2 Rancang kegiatan
penelitian tindakan kelas
|
6.
|
ASSESMEN
|
|
Buatlah
rancangan penelitian tindakan kelas berdasarkan format umum pengusulan
rencana kegiatan penelitian tindakan kelas.
|
7.
|
SUMBER
BACAAN
|
|
Ali, Mohamad. 1987. Penelitian Pendidikan
Prosedur & Strategi. Bandung:
Angkasa
Madya, Suwarsih. 1994. Panduan Penelitian Tindakan.
Yogyakarta: Lembaga
Penelitian IKIP Yogyakarta
Moleong, Lexy J. 1991. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Rakhmat, Jalaluddin. 1989. Metode Penelitian
Komunikasi. Bandung: Remadja
Karya
Sudjana, Nana. 1988. Tuntunan Penyusunan Karya
Ilmiah Makalah-Skripsi-
Tesis-Disertasi.
Bandung: Sinar Baru
Sugiarta, I Made. 2011. Materi Pokok Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru, Universitas Pendidikan Ganesha
Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar
Penelitian Ilmiah: Dasar, Metoda,
Teknik. Bandung: Tarsito
Sutopo, H.B. 1990. Kritik
Seni Sebagai Pendekatan Penelitian Kualitatif.
Makalah pada Seminar Nasional
Penelitian Kualitatif Ilmu Humaniora dan
Ilmu Sosial, Fakultas Sastra
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
|